
Aplikasi Bridgefy memungkinkan pengguna berbagi pesan tanpa koneksi internet, tapi melalui Bluetooth. | Foto: TechCrunch
Aplikasi Bridgefy memungkinkan pengguna berbagi pesan tanpa koneksi internet, tapi melalui Bluetooth. | Foto: TechCrunch
Hong Kong, Cyberthreat.id – Banyak jalan untuk menuju Roma. Pepatah ini diterapkan betul oleh pengunjuk rasa pro demokrasi di Hong Kong setelah sarana komunikasi antarmereka dilacak dan diblokir.
Kondisi tersebut sekaligus juga menunjukkan, bagaimana mereka termasuk orang-orang yang paham teknologi untuk berkomunikasi.
Selama ini mereka menggunakan layana pesan instan seperti Telegram, media sosial, dan layanan serupa lain untuk berkomunikasi. Namun, aplikasi teks, email, dan perpesanan WeChat, semuanya dipantau oleh pemerintah China.
Bahkan, situs web yang menjadi forum komunikasi bernama LIHKG diserang dengan Distributed Denial-of-Service (DdoS) yang berasal dari China. Serangan itu dengan cara membanjiri kunjungan untuk mematikan server dan membuat situs web tak bisa diakses.
Berita Terkait:
Para pengunjuk rasa pun mulai beralih ke aplikasi baru untuk berkomunikasi. Mereka tidak lagi memakai aplikasi yang terkoneksi internet agar lebih sulit untuk dilacak oleh otoritas China.
Aplikasi itu bernama Bridgefy yang berbasis pada Bluetooth dan memungkinkan pengunjuk rasa untuk berkomunikasi satu sama lain tanpa koneksi internet.
Unduhan meningkat hampir 4.000 persen dalam dua bulan terakhir, menurut perusahaan riset Apptopia.
Bridgefy menggunakan jaringan Bluetooth Mesh yang menghubungkan perangkat-perangkat pengguna yang memungkinkan orang untuk mengobrol dengan orang lain. Meski mereka berada di bagian kota yang berbeda, pesan tersampaikan dengan bergulir dari ponsel satu ke ponsel lain hingga pesan mencapai orang yang dituju. Jangakauan koneksi dari ponsel ke ponsel dalam 100 meter.
Aplikasi ini dirancang oleh perusahaan baru yang berbasis di San Francisco dan sebelumnya telah digunakan di tempat-tempat yang kesulitan wi-fi atau jaringan internet, seperti halnya konser musik atau acara lain.
Berbicara kepada Forbes, salah satu pendiri aplikasi, Jorge Rios, mengatakan tentang lonjakan penggunaan di Hong Kong. "Orang-orang menggunakannya untuk mengatur diri mereka sendiri dan tetap aman, tanpa harus bergantung pada koneksi internet," kata dia seperti dikutip dari BBC, yang diakses Rabu (4 September 2019).
Sebelumnya, aplikasi serupa yang memakai koneksi Bluetooth, FireChat, juga telah digunakan dalam protes sebelumnya di Hong Kong, Taiwan, Iran, dan Irak.
Prof Alan Woodward, pakar keamanan komputer yang berbasis di Surrey University, tidak yakin aplikasi semacam itu benar-benar disembunyikan dari pihak berwenang.
"Dengan jaringan peer-to-peer, jika Anda memiliki pengetahuan, Anda bisa di titik pusatnya dan memantau perangkat mana sedang ‘berbicara’ dengan perangkat lain. Dan, metadata ini dapat memberi tahu Anda siapa yang terlibat dalam obrolan,” kata dia.
"Dan, tentu saja, siapa pun dapat bergabung dengan Bluetooth Mesh, yang jelas, ini bukanlah protokol yang paling aman. Pihak aparat berwenang mungkin [...], tetapi saya curiga mereka akan memiliki cara untuk melakukannya (pengawasan percakapan, red)."
Gerakan protes di Hong Kong dilatarbelakangi oleh RUU Ekstradisi yang kontroversial. RUU ini memungkinkan tersangka kriminal dikirim ke China daratan untuk diadili. Meski telah ditangguhkan nuntuk disahkan, gerakan protes masih berlanjut dan berubah menjadi gerakan pro-demokrasi yang lebih luas.
Share: