
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) memberi sambutan di CIIP-ID Summit 2019 di Hotel Kartika Plaza, Kuta-Badung, Bali, Rabu (28 Agustus 2019)
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) memberi sambutan di CIIP-ID Summit 2019 di Hotel Kartika Plaza, Kuta-Badung, Bali, Rabu (28 Agustus 2019)
Bali, Cyberthreat.id - Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) mengatakan Provinsi Bali sebagai daerah tujuan pariwisata dunia harus menyediakan keamanan, kenyamanan dan ketahanan/imunitas siber bagi pengunjung maupun warganya.
"Arus Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) mengalir deras ke Bali yang bagus untuk promosi pariwisata maupun kegiatan bisnis kepariwisataan lainnya," kata Cok Ace saat menghadiri CIIP-ID Summit 2019 di Bali, Rabu (28 Agustus 2019).
CIIP-ID merupakan agenda rutin BSSN sejak 2016. Bali tiga kali di daulat sebagai tuan rumah sementara tahun 2017 CIIP-ID sempat diadakan di Yogyakarta. Pada waktu itu terjadi gempa di Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali dan sekitarnya.
Cok Aco menyebut lima layanan TIK yang menjadi hak bagi para wisatawan dan penduduk Bali. Kelima hal tersebut adalah ketersediaan (avaibilty), keselamatan (safety), keamanan (security), keandalan (reliability) dan ketahanan (resilience) atas pemanfaatan dan layanan infrastruktur teknologi.
"Saya berharap CIIP-ID dapat memberikan rumusan yang memberikan dampak positif bagi kemajuan Indonesia dan Bali khususnya. Kita semua jelas sangat membutuhkan suatu keamanan informasi yang melindungi infrastruktur digital masyarakat," ujarnya.
Pakai IT dan Digital Forensik, Ruby Alamsyah, menilai Bali sebagai kekuatan ekonomi pariwisata Tanah Air merupakan salah satu incaran para kriminal internasional terutama untuk melakukan ATM Skimming.
Menurut Ruby, Bali bisa menjadi salah satu contoh bagaimana kedaulatan siber Indonesia dilanggar karena infrastruktur digital di Indonesia digunakan untuk kriminal dan menjadi sasaran.
"Organisasi kriminal internasional itu sudah mendapatkan kloningan kartu ATM orang-orang Indonesia. Lalu dia mengoperasikan dan mencairkannya di Bali. Bisa saja dia melakukan (hacking) di luar negeri, tapi beroperasi di sini," ujarnya.
"Bali kan tempat turis internasional dan kalau diambil transaksi atau pajak terkesan enggak apa-apa dan dianggap wajar. Kemarin kami identifikasi beberapa negara tertentu mengirimkan kelompok ke Indonesia. Tugasnya hanya mencairkan uang dengan berkamuflase sebagai turis. Dan ini sudah teridentifikasi."
Share: