
Country Manager Trend Micro Indonesia Laksana Budiwiyono. | Foto: Eman Sulaeman/cyberthreat.id
Country Manager Trend Micro Indonesia Laksana Budiwiyono. | Foto: Eman Sulaeman/cyberthreat.id
Jakarta,Cyberthreat.id - Isu mengenai keamanan siber sedang menjadi perhatian yang serius. Hal itu, tidak hanya menjadi perhatian negara-negara yang memiliki teknologi yang canggih, tetapi juga di Indonesia.
Di Indonesia, akhir-akhir ini dihebohkan dengan berbagai kasus peretasan data di dunia maya. Sebut saja, kasus peretasan data yang terjadi pada platform jual beli online, Bukalapak. Lalu, isu peretasan webiste Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan masih banyak lainnya.
Hal itu menunjukkan, kemanan dunia maya juga menjadi isu yang serius di era yang semakin terkoneksi ini. Trend Micro, salah satu perusahaan yang menyediakan solusi kemanan siber pun angkat bicara mengenai isu kemanan siber ini.
Country Manager Trend Micro Indonesia Laksana Budiwiyono mengatakan, masyarakat Indonesia secara umum sudah memiliki kesadaran tentang siber security. Sayangnya, kesadaran tersebut ridak dibarengi dengan eksekusi pada tingkat lanjut, yaitu pada tingkat implementasinya. Tingkat implementasi untuk membentengi diri dari upaya serangan siber dinilai masih rendah.
“Kalau omong kesadaran tentu macam-macam. Kalau di dalam industri, di setiap perusahaanya, ada yang tingkat kesadaran tinggi, ada yang masih belum. Tetapi secara umum menurut saya kalau kesadaran sudah ada. Cuma sekarang implementasinya masih minim. Implementasi masih di titik awal,” kata Laksana ketika ditemui Cyberthreat.id di Jakarta, Jumat, (12/4/2019).
Menurut Laksana, dari sisi tingkat kesadaran, terdapat dua industri di Indonesia yang dinilai sudah memiliki tingkat kesadaran di atas rata-sata, serta sudah melakukan langkah implementasi yang cukup baik, yaitu industri yang bergerak di layanan finansial, seperti perbankan, dan industri yang bergerak di layanan telekomunikasi.
“Kalau di industri keuangan biasanya lebih unggul dibandingkan dengan yang lain. Karena bisnis keuangan, persyaratannya tinggi yang diminta oleh regulasi OJK. Selain keuangan, ada juga telko. Itu yang menurut saya di atas rata-rata menerapkan security lebih baik,” ujar Laksana.
Sedangkan, untuk masyarakat awam, selain tingkat implementasi kemanan siber yang rendah, tetapi kesadaran tentang siber security juga belum memadai. Oleh karena itu, langkah sosialisasi dan edukasi harus terus digalakkan untuk meningkatkan tingkat kesadaran mereka.
“Di masyarakat, knowledge sudah berkembang lebih bagus. Maksudanya lebih peduli. Tetapi boleh dibilang, kehati-hatiannya masih kurang. Ini yang mesti terus disosialisasi dan edukasi,” jelas Laksana.
Terkait kesadaran kemanan siber di masyarakat, Laksana memberikan contoh. Misalnya, kebiasaan masyarakat yang melakukan download aplikasi yang terdapat di Apps Store maupun Google Play Store.
Mengenai kasus ini, kata laksana, dilematis. Karena, ketika melakukan download, pengguna selalu dijejali dengan pertanyaan-pertanyaan untuk memberikan izin kepada pihak aplikasi, terkait data pribadi, lokasi, dan sebagainya. Jika, tidak memberikan izin kepada aplikasi, maka aplikasi tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Namun, ketika memberikan izin, maka pengguna telah memberikan hak kepada pihak aplikasi untuk mengakses data-data yang dimiliki oleh pengguna.
“Nah, ini yang setidaknya kita harus teredukasi, dalam konteks, saya mesti menginstal aplikasi yang trusted. Minimal itu. Aplikasi yang gak ada niat jahat. Memang gak mudah sih. Ada beberapa indikasi, misalnya kalau di app store atau google store, mereka sudah mengecek sendiri, melakukan verifikasi terhadap aplikasi tersebut."
"Memang ada jutaan aplikasi di situ. Kedua, juga walaupun orang bilang lihat hits-nya atau yang download sudah banyak, tetapi kadang juga gak jamin. Karena bisa jadi, awalnya mereka berbuat baik dulu. Yah ini salah satu contoh saja, yang kita harus hati-hati,” ungkap Laksana.
Karena itu, untuk mencegah hal-hal yang merugikan pengguna, langkah yang harus dilakukan adalah menginstal aplikasi yang benar-benar sesuai kebutuhan dan benar-benar penting. Selain itu, perangkat smartphone juga harus dibekali dengan mobile security yang terpercaya.
“Yah selektif aja sih. Karena kita makin selektif, meminimalkan resiko. Mencegah itu, bisa dari kita sendiri. Kalau gak kenal, misalnya ada invitation. Misalnya kalau saya gak niat untuk instal satu aplikasi, ngapain mesti direspon. Misalnya juga SMS yang gak dikenal. Kalau memang gak penting ngapain disrepon?” kata Laksana.[]
Share: