
Ilustrasi. Foto: Freepik.com
Ilustrasi. Foto: Freepik.com
Jakarta, Cyberthreat.id – Dalam catatan Mahkamah Agung, kasus kejahatan siber di Indonesia yang telah diputus oleh pengadilan sejak 2017 hingga 2018 mencapai 350 kasus.
Dari jumlah tersebut, kasus yang disidangkan mayoritas karena melanggar Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal tersebut menyangkut pencemaran nama baik dan penghinaan.
Bunyi pasal tersebut, yaitu Melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Pasal tersebut memang seringkali disebut pasal karet. Sejak lama pasal tersebut dikritik lantaran bisa digunakan untuk menjerat orang-orang demi membungkam kritik.
Menanggapi putusan-putusan tersebut, Direktur The Institute For Digital Law and Society (Tordillas), Awaludin Marwan, mengatakan, upaya preventif seharusnya lebih dikedepankan, terutama edukasi dan literasi digital agar publik terhindar dari tindak pidana siber.
“Sebab tindak pidana siber yang paling banyak adalah menyangkut Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2 (terkait dengan SARA),” kata Awaludin kepada Cyberthreat.id, Senin (15/4/2019).
Berikut data yang dianalisis oleh Tordillas terhadap 190 kasus yang menyangkut tindak pidana siber atau pelanggaran terhadap UU ITE.
Sementara, hukuman pidana yang dipakai hakim dalam memutuskan kasus yaitu Pasal 45 ayat 1 (20 persen) Pasal 45 ayat 3 (18 persen), Pasal 45 ayat 2 (sembilan persen), Pasal 45A ayat 2 (tujuh persen), dan Pasal 45A ayat 1 (satu persen).
Redaktur: Andi Nugroho
Share: