
Literasi digital | Foto: Faisal Hafis
Literasi digital | Foto: Faisal Hafis
Jakarta, Cyberthreat.id - Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listiyarti, mengatakan Indonesia harus mampu memproduksi teknologi sensor konten yang merusak anak-anak.
Semakin banyaknya konten negatif di platform media sosial hingga game online, tentu membutuhkan sensor ketat di tengah jumlah peminatnya terus bertambah terutama yang menargetkan anak-anak.
"Kita enggak bisa melarang anak-anak zaman sekarang akrab dengan game online, YouTube dan segala macamnya. Yang harus kita lakukan adalah mengontrol, dan salah satu cara mengontrolnya itu lewat teknologi juga," kata Retno kepada Cyberthreat.id, Sabtu (10 Agustus 2019).
Karakter Generasi Milenial, Generasi Z dan Generasi Alpha, kata dia, jauh berbeda dengan generasi sebelumnya yang tidak akrab dengan teknologi terutama digital.
Menurut Retno, orang tua dan lembaga pendidikan berperan penting dalam memberikan literasi teknologi serta dampaknya terhadap anak-anak.
Contohnya ketika angka kecanduan gadget terus meningkat, maka perlu dilakukan hal seperti pembatasan waktu bermain gadget atau game online, orang tua harus mampu mengintervensi, mendampingi dan membimbing karena tidak semua konten di internet aman buat anak.
"Misal kekerasan di kartun tapi berdarah-darah, adegan membunuh dan lain-lain. Itu kan sesuatu yang harusnya diantisipasi. Kekerasan itu diajarkan game online juga dan kemudian permainan anak-anak menyisipkan konten pornografi yang dinikmati asyik banget," ujarnya.
Secara teknis, Retno mendukung upaya pemerintah maupun pihak terkait untuk mengembangkan teknologi sensor atau takedown konten. Misalnya mengembangkan aplikasi yang tidak bisa menginstall konten kekerasan atau pornografi.
Kemudian yang tidak kalah penting adalah bagaimana menyensor game online atau konten yang meminta data pribadi anak-anak. Game online, kata dia, ada yang meminta foto, identitas, akun media sosial sampai nomor telepon anak-anak.
"Saya mungkin kurang paham bagaimana teknisnya, tapi teknologi baru yang dikembangkan itu harus bisa menghambat atau melarang game-game negatif. Anak-anak ini kan generasi Indonesia ke depan dan datanya sudah diketahui sehingga orang game itu punya niat jahat terhadap anak-anak."
Anak-anak sekarang akan menjadi kunci ketika Indonesia mengalami bonus demografi dalam satu dasawarsa ke depan. Menurut Retno, Indonesia harus mempersiapkan diri dari sekarang. Bahwa generasi Indonesia yang jago teknologi, berkarakter dan berkualitas harus diutamakan.
"Dan anak-anak kita sekarang akan menjadi pemain di masa bonus demografi itu," ujarnya.
Retno menekankan Indonesia tidak boleh jadi objek saat terjadinya bonus demografi. Jangan sampai terjadi kesalahan dalam memperkenalkan teknologi kepada generasi muda sekarang sementara sekarang terlihat jelas upaya menjadikan anak-anak Indonesia sebagai objek.
"Kita harus sadar bahwa jumlah anak-anak Indonesia itu sangat besar sehingga istilah bonus demografi jangan sampai jadi bencana demografi."
"Kalau kita tidak bisa mempersiapkan anak-anak kita untuk menciptakan teknologi bisa bahaya, karena bisa saja kita jadi objek pasar. Misalnya teknologi ramah lingkungan atau teknologi lain-lain supaya di dorong dan ditanamkan pada anak-anak."
Share: