
Chairman CISSReC Dr. Pratama Persadha | Foto: Faisal Hafis
Chairman CISSReC Dr. Pratama Persadha | Foto: Faisal Hafis
Jakarta, Cyberthreat.id - Chairman lembaga keamanan siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha, mengatakan Indonesia perlu berusaha lebih keras lagi jika ingin menjadi negara digital dan cashless.
Menurut dia, padamnya listrik sejak Minggu (4/8) pukul 11:45 siang WIB yang terjadi di wilayah Jakarta, Jabar dan Banten mengundang banyak kekecawaan masyarakat sekaligus efek luar biasa terhadap Indonesia.
"Ini membuktikan bahwa perlu banyak persiapan bagi Indonesia untuk menjadi negara digital dan cashless," kata Pratama kepada Cyberthreat.id, Senin (5 Agustus 2019).
Cashless atau transaksi non tunai sendiri adalah program besar Bank Indonesia (BI). Sudah ditandai dengan peresmian GPN atau Gerbang Pembayaran Tunai. Diikuti oleh lembaga lain misalnya lewat penyeragaman eToll yang membuat uang tunai tak bisa digunakan.
Sekarang banyak pusat perbelanjaan menerapkan parkir yang mengurangi uang tunai dan menggunakan aplikasi maupun eMoney, Flazz, Brizzi dan semacamnya.
Dalam kondisi serupa, aplikasi ojek online langsung tidak berdaya. Karena internet lumpuh akibat BTS kehabisan pasokan listrik. Jadilah internet di smartphone milik ratusan juta orang timbul tenggelam, bahkan beberapa provider untuk telepon pun tidak bisa dipakai.
"Hal inilah yang membuat kita menyadari bahwa "No Power, No IT". Maksudnya adalah segela kecanggihan dan kemudahan teknologi akan lumpuh bila pasokan listrik tidak ada," kata Pratama.
Ia mencontohkan hal serupa juga pernah terjadi di Estonia tahun 2007 silam. Saat itu, kata Pratama, instalasi penting salah satunya listrik diretas dan masyarakatnya tidak bisa melakukan kegiatan.
"Mengambil ATM tidak bisa, penghangat ruangan mati dan lampu lalu lintas mati."
Hal yang sama dirasakah masyarakat Jabodetabek yang notabenenya adalah masyarakat yang lebih mapan secara ekonomi, tapi harus menghadapi kesulitan mengambil uang di ATM.
Di beberapa pusat perbelanjaan terjadi kebingungan karena pembayaran dengan gesek kartu debit atau kredit tidak bisa dilakukan. Dan menggunakan aplikasi juga sangat sulit karena minimnya sinyal.
Hal semacam ini membuat pemerintah harus melihat betapa Indonesia sebenarnya masih sangat rapuh. DKI Jakarta dan sekitarnya yang merupakan jantung negara ternyata tak berdaya menghadapi blackout .
"Sistem kita harus diarahkan pada kemampuan backup layanan yang mumpuni."
Selain infrastruktur listrik, yang menjadi perhatian serius adalah kemampuan BTS bertahan dalam keadaan listrik padam total. Para provider harus menyiapkan mitigasi kedepan bagaimana menghadapi situasi serupa sehingga masyarakat yabg sudah membayar pulsa dan data juga tetap bisa mendapatkan layanan prima.
Share: