IND | ENG
The Great Hack: Propaganda yang Meretas Demokrasi

FIlm orisinal dari Netflix

The Great Hack: Propaganda yang Meretas Demokrasi
Zuhri Mahrus Diposting : Minggu, 28 Juli 2019 - 15:23 WIB

Jakarta, Cyberthreat.id - Film dokumenter karya Netflix ini tayang perdana 24 Juli bertepatan dengan Federal Trade Commission (FTC) mengumumkan denda $5 miliar (Rp 70 triliun) terhadap Facebook akibat skandal Cambridge Analytica. The Great Hack fokus kepada penggunaan data pribadi pengguna Facebook dalam kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat dan kampanye Brexit. Kemenangan Trump sebagai Presiden Amerika Serikat dan Inggris keluar dari Uni Eropa merupakan wujud nyata keberhasilan mesin propaganda Cambridge Analytica.

Yang menarik, Cambridge Analytica (CA) ternyata sudah bekerja untuk penguasa atau tokoh politik selama belasan tahun di seantero dunia, terutama di negara berkembang di Asia dan Afrika, seperti Sudan, Libya, Kenya, Thailand, Malaysia, dan Indonesia (pada 1998). Perusahaan konsultan politik ini baru kena batunya setelah memanipulasi pemilih di kampanye pemilu Amerika Serikat dan kampanye Brexit di Inggris, keduanya pada 2016.

Pengalaman global Cambridge Analytica. Termasuk di Indonesia pada 1998.

Film yang disutradarai Jehane Noujaim dan Karim Amer memberi gambaran bagaimana CA menggunakan puluhan juta data pengguna Facebook untuk memprofilkan para pemilih. CA menyatakan bahwa mereka memiliki 5.000 titik data pada setiap orang Amerika yang bisa mendeteksi kepribadiannya. Hal ini bisa digunakan untuk memprediksi perilaku pemilih. CA tidak berhenti sampai pada tahap analisis dan prediksi. Mereka membuat kampanye digital yang fokus kepada profil personal, menggerakkan massa untuk mengkampanyekan isu dengan tujuan tertentu, dan membuat berita palsu. 

Sebuah cuplikan video rahasia memperlihatkan Direktur Manajer Divisi Politik Cambridge Analytica, Mark Turnbull, dalam pertemuan dengan jurnalis Channel 4 yang menyamar sebagai klien Sri Lanka. Turnbull dan CEO CA, Alexander Nix mengungkap taktik-taktik kotor yang digunakan perusahaannya dalam menyebarluasan kampanye 'Defeat Crooked Hillary'. Calon Partai Demokrat, Hillary Clinton, adalah lawan Trump dalam pemilu presiden AS. Clinton diserang terkait skandal kebocoran data pos elektronik (pos-el) pribadi Hillary saat  menjabat sebagai Menteri Luar Negeri AS. 

The Great Hack menunjukkan bahwa CA juga terlibat dalam kampanye memenangkan Kamla yang keturunan India sebagai Perdana Menteri Trinidad & Tobago. Pada 2009, CA merancang strategi membuat pemilih muda lokal agar apatis dalam pemilu. Dengan kampanye "Do So", mereka menggerakkan pemilih muda asli Trinidad tidak akan mencoblos di pemilu. Sebaliknya, mereka menggarap keluarga India untuk tetap meminta anak-anak mereka mencoblos di pemilu. Hasilnya, Kamla menang pemilu. Kini keterlibatan Kamla dengan CA dalam penyelidikan otoritas Trinidad & Tobago.

Kampanye agar pemilih muda Trinidad & Tobago apatis.

Fokus cerita The Great Hack ada pada tiga karakter. David Caroll, profesor dan pengacara  hak-hak digital yang menempuh jalur hukum untuk memulihkan datanya yang dicuri Cambridge; Carole Cadwalladr, jurnalis The Guardian yang menjadi sasaran perisakan online akibat perannya mengungkap skandal ini; Britanny Kaiser, mantan pegawai Cambridge Analytica yang kesaksiannya terbukti lebih berdampak dibandingkan Christopher Wylie, pengungkap skandal paling awal yang merupakan pendiri Cambridge Analytica.

The Great Hack menggambarkan betapa rentannya data para pengguna media sosial digunakan untuk memanipulasi para pemilih untuk memenangkan kandidat tertentu. Data dari media sosial diambil dan digunakan tanpa persetujuan penggunanya. "Menakutkan, Carole. Ada begitu banyak informasi yang kau dapat dari masyarakat. Dan mereka memberikannya begitu saja," kata Andy Wigmore, rekan Nigel Farage tokoh yang berkampanye untuk Brexit  kepada  Carole Cadwalladr.

Skandal Cambridge Analytica terungkap berkat kegigihan David Caroll dan Carole Cadwalladr. Britanny Kaiser punya peran besar menungkap bagaimana perusahaannya bermain di Brexit dan pemilu Amerika Serikat serta dalam kancah politik di banyak negara. Christopher Wylie merupakan whistle blower, pelapor pertama yang mengungkap bahwa CA bukan sekadar perusahaan riset melainkan mesin propaganda.

Mesin propaganda ini memanen data pengguna Facebook dan menggunakannya untuk meretas demokrasi. 

 

#cmabridge   #analytica   #facebook   #skandal   #film   #great   #hack

Share:




BACA JUGA
Microsoft Ungkap Aktivitas Peretas Rusia Midnight Blizzard
Penjahat Siber Persenjatai Alat SSH-Snake Sumber Terbuka untuk Serangan Jaringan
Peretas China Beroperasi Tanpa Terdeteksi di Infrastruktur Kritis AS selama Setengah Dekade
Google Cloud Mengatasi Kelemahan Eskalasi Hak Istimewa yang Berdampak pada Layanan Kubernetes
Serangan siber di Rumah Sakit Ganggu Pencatatan Rekam Medis dan Layanan UGD