Jakarta, Cyberthreat.id - Ketua Panitia Hari Belanja Diskon Indonesia (HBDI) 2019, Fetty Kwartati, mengatakan lebih dari 50 persen transaksi di setiap hari pelaksanaan HBDI merupakan transaksi elektronik.
Menurut perkiraannya, sekitar 55 persen transaksi menggunakan kartu kredit sedangkan sisanya adalah transaksi tunai, e-wallet, e-money dan berbagai macam sistem pembayaran elektronik lainnya.
"Ini secara garis besar ya, yang pakai credit card itu sekitar 55 persen. Sisanya cash, e wallet sampai QR code itu 45 persen," kata Fetty kepada Cyberthreat.id usai konferensi pers HBDI 2019 di Kementerian Perdagangan, Kamis (25 Juli 2019).
HBDI 2019 berlangsung 16-31 Agustus melibatkan 200 perusahaan, jumlah gerainya lebih di 300 pusat belanja, diikuti 2 ribu toko yang tersebar di lebih dari 70 kota di Indonesia. Beberapa toko memang terdapat di luar negeri seperti makanan dan minuman serta fashion.
Digelar sejak 2017, HBDI mencatatkan rata-rata transaksi sebesar Rp 20 triliun pertahun. Tahun lalu jumlah transaksinya mencapai 24 triliun sementara panitia HBDI menargetkan kenaikan transaksi pertahunnya 15 sampai 20 persen.
Jika dihitung rata-rata perkiraan transaksi sistem elektronik di HBDI nilainya lebih dari Rp 12 triliun.
"Memang sebenarnya kami juga sangat mendukung gerakan non tunai Pemerintah. Transaksi cashless ini lebih efektif dan pembayaran elektronik ini terus berkembang beragam serta bermacam-macam pemainnya."
HBDI 2019 bakal gencar mempromosikan diskon sebesar 74 persen yang bertepatan dengan HUT Kemerdekaan RI yang ke-74 tahun. Untuk tahun ini, kata Fetty, sejumlah pemain besar sistem transaksi elektronik sudah masuk ke toko-toko yang menjadi anggota HBDI.
Bahkan beberapa toko diketahui mengikat kontrak eksklusif dengan sistem pembayaran elektronik.
"Tahun 2017 itu kami diwajibkan pakai e-money. Kemudian tahun lalu sistem pembayaran kami serahkan ke masing-masing toko. Hasilnya, berbagai toko kini menggunakan pembayaran seperti Dana, Go-Pay, LinkAja, OVO dan sejumlah merek besar lainnya."