IND | ENG
BPKN: UU PDP dan UU Cyber Mendesak

Dari kiri: Koordinator Komisi Penelitian dan Pengembangan BPKN Anna Marria Tri Anggraini, Kepala BPKN Ardiansyah Parman, Koordinator Komunikasi dan Edukasi BPKN Arief Safari dan Komisioner Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN Edib Muslim saat konferensi "Langkah Memperkuat Perlindungan Konsumen" di Jakarta, Rabu (24 Juli 2019) | Foto: Faisal Hafis

BPKN: UU PDP dan UU Cyber Mendesak
Arif Rahman Diposting : Rabu, 24 Juli 2019 - 15:49 WIB

Jakarta, Cyberthreat.id - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyebut sejumlah undang-undang yang berkaitan dengan perekonomian digital mendesak untuk segera disahkan.

Berkembangnya teknologi informasi menuntut ekonomi digital yang memerlukan naungan tiga sampai empat UU berbeda, tapi endingnya adalah perlindungan konsumen (warga negara).

"Indonesia belum memiliki sistem perlindungan konsumen yang baik. Padahal kita sudah memasuki ekonomi digital dimana perlindungan konsumen semakin berkontribusi nyata dalam pertumbuhan ekonomi," kata Kepala BPKN, Andriansyah Parman, di Gedung Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (24 Juli 2019).

Pada 8-9 Juli 2019 BPKN menghadiri sidang Inter Governmental of Expert (IGE) Consumer Protection Law and Policy United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) di Jenewa, Swiss. Dalam sidang tersebut, kata Ardiansyah, Indonesia dinilai belum maksimal melakukan perlindungan terhadap konsumen.

Ada dua persoalan besar yang disorot dari Indonesia yakni legal framework (kerangka hukum) perlindungan konsumen serta aktivitas regional dan internasional dalam rangka perlindungan konsumen.

"Jadi kalau ada masalah, Indonesia dianggap belum berpengalaman jika nanti terjadi dispute (perselisihan) antar negara di bidang perlindungan konsumen," ujarnya.

Kerangka hukum yang dimaksud adalah revisi terhadap UU No 8 Tahun 1999. Menurut Andriansyah, regulasi tersebut sudah tidak memadai untuk menghadapi perkembangan ekonomi digital dimana dunia global sudah terkoneksi, digitalisasi dan otomatisasi disertai dinamika tinggi.

Kemudian perlindungan konsumen yang krusial adalah kehadiran UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) dan UU Keamanan dam Ketahanan (Kamhan) Cyber yang merupakan tata kelola baru pemerintahan maupun ekonomi digital di Indonesia.

"Kalau misalnya data pribadi konsumen tidak dilindungi, kemudian sistem ekonomi kita juga tidak dilindungi, tentu pelaku usaha dan konsumen tidak percaya diri karena membangun rasa aman, nyaman dan tenteram di market itu penting."

Komisioner Komunikasi dan Edukasi BPKN, Edib Muslim, mencontohkan bagaimana tertinggalnya Indonesia di kancah perdagangan digital global. Ia mengawali dengan ketidakikutsertaan Indonesia menandatangani Deklarasi Osaka akibat lemah di legal framework seperti tidak punya UU PDP, UU Kamhan Cyber serta UU Perlindungan Konsumen yang sudah tidak kompatibel dengan era digital.

"Ekonomi digital itu akan bicara data, aliran data, big data dalam jumlah besar yang nilainya jauh lebih besar ketimbang aset fisik. Indonesia tidak percaya diri menandatangani Deklarasi Osaka," ujarnya.

Koordinator Komisi Penelitian dan Pengembangan BPKN, Anna Maria Tri Anggraini, memaparkan salah satu contoh bagaimana Indonesia tampak abai terhadap perlindungan konsumen. Ketika menghadiri sidang UNCTAD, kata dia, Indonesia di review oleh tiga negara yakni India, Brasil dan Uni Eropa.

"Mereka menyimpulkan Indonesia seperti itu. Bahwa Negara berkembang memiliki tantangan yang sama yaitu instrumen pengaturan di era digital itu tidak ada sehingga Indonesia harus bekerja keras menyusun regulasi secepatnya."

#BPKN   #uupdp   #uucyber   #datapribadi   #bssn

Share:




BACA JUGA
Pemerintah Dorong Industri Pusat Data Indonesia Go Global
BSSN-Huawei Techday 2024
Keamanan Siber Membutuhkan People, Process, dan Technology.
BSSN dan Bank Riau Kepri Syariah Teken Kerja Sama Perlindungan ITE
BSSN Selenggarakan Workshop Tanggap Insiden Siber Sektor Keuangan, Perdagangan dan Pariwisata
Politeknik Siber dan Sandi Negara Gandeng KOICA Selenggarakan Program Cyber Security Vocational Center