
Ilustrasi. Foto: www.tutorfiber.com
Ilustrasi. Foto: www.tutorfiber.com
Cyberthreat.id - Head of Economic Opportunities Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Trissia Wijaya mengingatkan pentingnya pembenahan kualitas jaringan pita lebar (fixed broadband) untuk meningkatkan pelayanan publik.
Menurut dia, saat ini perbaikan kualitas jaringan pita lebar masih butuh biaya rolling out yang tinggi, tidak efisien, dan tidak jarang masih mengganggu kepentingan umum.
"Misalnya, sering sekali ada galian baru. Hari ini fiber optic-nya perusahaan A, besok ada fiber optic dari perusahan lainnya. Biayanya tinggi dan menimbulkan kerugian seperti kemacetan," kata Trissia dalam pernyataan di Jakarta, Kamis (13 April 2023) dikutip dari Antaranews.com.
Menurut dia, optimalisasi kualitas jaringan pita lebar untuk sekolah, rumah sakit dan kantor pemerintah membutuhkan kebijakan berbagi infrastruktur (infrastructure sharing).
"Pemerintah cukup menyediakan satu kabel dan disewakan kepada pihak swasta. Yang terjadi saat ini adalah setiap perusahaan penyedia fixed broadband harus membangun jaringan kabel dan fiber optic sendiri. Untuk itu, solusinya adalah lewat berbagi infrastruktur," ujarnya.
Berbagi infrastruktur merupakan kemitraan yang melibatkan beberapa pihak. Dalam sektor telekomunikasi, contohnya, pembangunan tower, yang komponen maupun pembiayaannya dapat ditanggung oleh beberapa operator.
Dari sisi regulasi, ia berharap ada penentuan pembaruan fokus dan prioritas, melalui revisi peta jalan "Broadband 2015-2019", agar terdapat penguatan manfaat maupun optimalisasi dari konektivitas digital yang sesuai dengan perkembangan terkini.
Sebelumnya, laporan Ookla pada Februari 2023 menyatakan internet fixed broadband Indonesia berada di peringkat 120 dengan 26,38 Mbps. Capaian ini menjadikan Indonesia jadi salah satu negara di Asia Tenggara dengan kecepatan internet paling lambat, ujar alumnus Ritsumeikan University Jepang tersebut.[]
Share: