
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Ilustrasi | Foto: freepik.com
DATA adalah komoditas yang paling berharga dimuka bumi ini, 8 dari 10 perusahaan paling menguntungkan dan berpengaruh di dunia adalah perusahaan TI yang notabene mengolah data. Namun, banyak orang yang mempertanyakan maksud dari pernyataan di atas, karena nyatanya banyak data yang ada di komputer atau ponselnya bukan memberikan banyak uang malah sebaliknya membuat pusing untuk menyimpan datanya.
Ambil saja contoh, basis data ratusan juta pengguna LinkedIn yang sangat besar dan bocor, lalu jika diberikan kepada orang awam, yang ada bukan menjadi komoditas paling berharga, melainkan dia akan kerepotan untuk menyimpan data yang berukuran ratusan gigabita tersebut.
Untuk menjawab kebingungan ini sebenarnya memang perlu dijelaskan bahwa pemilik data perlu memiliki kemampuan mengolah data tersebut sehingga bisa menjadi komoditas yang paling berharga. Gambarannya sama dengan minyak bumi atau bahan tambang. Andaikan Anda memiliki sertifikat tanah yang mengandung minyak bumi dan anda tahu minyak bumi merupakan komoditas yang berharga. Namun, hanya memiliki tanah di mana ada minyak bumi tersebut tidak serta merta membuat Anda kaya raya. Anda harus memiliki kemampuan dan modal yang cukup untuk mengeksplorasi dan mengolah minyak bumi tersebut sampai menjadi komoditas yang berharga.
Demikian juga dengan komoditas yang namanya data. Di tangan orang awam, basis data ratusan juta kredensial LinkedIn yang bocor akan menjadi beban. Namun, di tangan scammer "cerdas", ia bisa menjadikan basis data kredensial yang bocor tersebut menjadi uang dengan membuat kampanye penipuan.
Secara teknis, barrier of entry alias kesempatan bagi setiap orang untuk menjadikan data sebagai komoditas yang berharga ini jauh lebih rendah daripada mengolah sumber daya alam seperti bahan tambang atau minyak bumi yang lebih padat modal dan risiko kegagalan yang sangat tinggi dan hanya dapat dilakukan oleh segelintir elite.
Sekali lagi internet dan dunia TI memberikan keadilan bagi seluruh pengaksesnya dan memberikan kesempatan yang sama bagi siapa saja di seluruh dunia untuk berkembang tanpa memandang latar belakang, negara berkembang atau negara miskin semua mendapatkan kesempatan yang sama mengolah dan memanfaatkan data.
Amankan aset digital
Selalu ada dua sisi mata pedang yang harus disadari. Di satu sisi, semua orang memiliki kesempatan yang sama memanfaatkan data yang bisa didapatkan dan menjelma menjadi komoditas yang paling berharga. Dan, bentuk komoditas yang paling berharga tersebut melekat di setiap individu, yang jika tidak dijaga dengan baik akan menjadi sasaran eksploitasi, dan individu pemilik data akan mengalami kerugian atas eksploitasi data tersebut.
Salah satu bentuk data berharga yang harus dijaga dan kerap kurang disadari oleh pemiliknya adalah akun dan kredensial untuk mengakses layanan digital baik itu aplikasi seperti layanan email, media sosial, layanan jasa dan terutama layanan finansial yang perlahan tapi pasti memanfaatkan kanal digital untuk memberikan layanan lebih cepat, mudah, murah dan tersedia setiap saat seperti internet banking atau mobile banking.
Satu insiden yang menimbulkan kekhawatiran besar bagi pengguna layanan perbankan digital adalah kasus fraud yang dialami oleh pengusaha Sarawak yang mengaku menerima telepon selama 14 detik dari penipu yang mengaku dari kurir Pos Laju dan meminta OTP. Namun, sekalipun OTP tidak diberikan, terjadi transfer dana dari rekeningnya sebanyak 2 kali sebesar masing-masing 500.000 ringgit. Meskipun akhirnya dana yang di transfer ini dikembalikan kepada pemilik rekening, tapi kejadian ini menimbulkan banyak pertanyaan tidak terjawab dan sayangnya pihak bank yang mengelola rekening tersebut tidak menjelaskan dengan detail apa sebenarnya yang terjadi dan hanya mengklaim telah menerapkan sistem keamanan siber yang kuat, termasuk menyediakan sistem perlindungan transaksi online untuk memastikan kamanan data serta transaksi nasabah. (Baca: Uang Rp3,4 Miliar di Maybank Raib dalam Hitungan 14 Detik)
Hal ini justru menimbulkan kekhawatiran bagi pengguna internet banking atau mobile banking atas keamanan datanya. Dan, masyarakat yang mayoritas awam ini menjadi khawatir atas keamanan digital banking sekalipun ini terjadi di Malaysia dan tidak terjadi di Indonesia. Semoga pihak berwenang dan pengampu kepentingan di Malaysia bisa memberikan penjelasan yang baik atas kasus ini sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran berlebihan dikalangan pengguna online banking. Karena jika masyarakat tidak percaya dengan online banking, maka mereka akan menghindari penggunaannya dan kembali lagi ke metode konvensional yang tidak efisien dalam penyimpanan dananya.
Apa saja yang harus dilakukan?
Masyarakat pengguna layanan online banking harusnya tidak perlu terlalu khawatir atas kasus aneh yang menimpa pengusaha Sarawak tersebut. Meskipun kurang keterbukaan dari pihak bank menimbulkan kekhawatiran dan ketidak percayaan atas keamanan online banking, tapi secara teknis pengamanan OTP yang digunakan oleh penyedia layanan finansial sebenarnya dapat melindungi transaksi online dengan cukup baik. Asalkan pengamanan kredensial dan OTP dilakukan dengan baik oleh nasabah dan bank atau penyedia online banking menerapkan verifikasi "What You Have" setiap kali layanan aplikasi mobile banking ini diakses dari nomor ponsel atau perangkat ponsel yang berbeda.
Sebagai pemilik aset digital yang rentan menjadi korban eksploitasi, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk melindungi aset digital anda sebagai berikut :
Penulis adalah peneliti keamanan siber dari PT Vaksincom
Share: