
Ilustrasi. Calon penumpang bus antarkota antarprovinsi di Terminal Kalideres, Jakarta, Rabu (22 Mei 2020). Foto: ANTARA
Ilustrasi. Calon penumpang bus antarkota antarprovinsi di Terminal Kalideres, Jakarta, Rabu (22 Mei 2020). Foto: ANTARA
Cyberthreat.id – Beredar informasi mudik bersama di WhatsApp Group pada Selasa (28 Februari 2023) pagi. Judul pesan itu sangat menarik bagi para perantau, khususnya warga Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, yang berada di DKI Jakarta.
"Assalamualaikum warga Purworejo yang berada di Jabodetabek kabar bahagia nih akhirnya yang ditunggu-tunggu hadir kembali 'Mudik Lebaran Gratis Bantuan Pemerintah Kabupaten Purworejo 2023'," demikian pesan yang beredar tersebut.
Tidak jelas pesan tersebut dibuat oleh siapa, tapi tercantum tagar #PakuwojoJabotebek. Pakuwojo merupakan kependekan dari Paguyuban Keluarga Besar Purworejo yang terbentuk sejak 1995.
Di dalam pesan tersebut disebutkan pendaftaran paling lambat hingga 10 Maret 2023. Para pendaftar diminta untuk melengkapi data pribadi yang sangat lengkap berupa nama suami/istri, tempat tanggal lahir, nomor Kartu Keluarga, Nomor Induk Kependudukan KTP, dan sertifikat vaksin Covid-19, serta nama anak.
Pesan juga memberikan peringatan "Kuota Tebatas" dalam huruf kapital dan mencantumkan nomor kontak 0813-1178-0753 atas nama Bambang Dwi dan 0853-3409-3619 atas nama Purworejo Mulyo.
Tangkapan layar pesan yang beredar di WhatsApp Group.
Cyberthreat.id mengecek nomor tersebut di aplikasi Getcontact. Hasil pencarian terhadap nomor seluler atas nama "Bambang Dwi"menunjukkan nama "Kk Risna", sedangkan "Purworejo Mulyo" merujuk pada nama "Luhur Pambudi". Kedua nomor tersebut masing-masing hanya mencantumkan satu tag nama saja. Meski pencarian di Getcontact ini bisa tidak presisi, setidaknya sangat membantu untuk mencari tahu informasi tentang nomor seluler.
Saat mengontak "Purworejo Mulyo", Cyberthreat.id memanggil dengan nama "Pak Luhur Pambudi" dan mendapatkan balasan. Ia tak membantah ketika dipanggil dengan nama tersebut dan mengatakan, informasi mudik itu berasal, "Dari dulur-dulur Pakuwojo, Bung. Banyak orang hebat di Pakuwojo," tulisnya melalui pesan WhatsApp, Selasa.
Organisasi Pakuwojo saat ini dipimpin oleh Zainal Arifin sebagai ketua umum. Zainal memiliki kedekatan dengan Bupati Purworejo saat ini Agus Bastian. Di Pilkada 2020, Zainal yang aktif di Asosiasi Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia (IPPHAMI) DKI Jakarta membentuk Tim Relawan Pakuwojo untuk Agus Bastian-Yuli Hastuti.
Luhur menyarankan agar mengontak nomor kontak lain (Bambang Dwi). "Karena ada yang iseng masukkan nomor saya. Tapi enggak apa-apa, tetap saya info-info, saya siap bantu walau tanya ke saya. Yang urus mudik Pakuwojo di Jakarta, Mas Dwi," kata Luhur.
Hingga berita ini ditulis, Bambang Dwi belum membalas pesan Cyberthreat.id.
[Pembaruan pukul 11.25].
Bambang Dwi Waluyo akhirnya membalas pesan Cyberthreat.id. Ia tak bisa menjelaskan mengapa kegiatan tersebut mencantumkan nama Pemkab Purworejo.
Ia justru membagikan tautan tentang Paguyuban Jawa Tengah (PJT), organisasi tempat dirinya ikut sebagai pengurus (perwakilan dari Purworejo) yaitu anggota Sub Bidang Pariwisata PJT.
Selain itu, ia mengatakan, mudik gratis tersebut program rutin setiap tahun sejak Gubernur Jateng Bibit Waluyo.
Ketika dijelaskan bahwa Diskominfo Kabupaten Purworejo tidak pernah mengetahui tentang kegiatan tersebut, ia justru menjawab, "Program Pemprov (Jateng) yang meminta partisipasi 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah," ujarnya.
"Benarkah ini program Pemprov Jateng? Tak ada jawaban dari Bambang.
Mengapa mengumpulkan data pribadi begitu lengkap, Bambang hanya menjawab, "Saya koordinasi dulu ya," katanya.
Cyberthreat.id menjelaskan bahwa menurut Luhur Pambudi (nomor kontak yang lain), kegiatan tersebut dibuat oleh Pakuwojo. Bambang tak merespons.
Anehnya, terkait tulisan "bantuan Pemkab Purworejo" di dalam pesan yang beredar itu, Bambang menjelaskan, "Kalau bantuan armada, kami koordinasi dengan Dinas Perhubungan Purworejo," tuturnya.
Diskominfo membantah
Karena pesan tersebut mencantumkan nama Pemkab Purworejo, Cyberthreat.id pun mengontak Dinas Komunikasi, Informatika Statistik dan Persandian Kabupaten Purworejo. Dinas inilah yang biasanya mengeluarkan rilis resmi tentang informasi pemerintah daerah.
Ketika ditanya tentang pesan mudik bersama itu, Kepala Bdang Informasi dan Komunikasi Publik, Neira Anjar Pujisusilo, mengatakan, dinasnya belum mengeluarkan informasi tersebut.
Kegiatan mudik bersama, kata dia, biasanya rutin dilakukan oleh Kementerian Perhubungan, bukan dari Pemkab Purworejo. Pihaknya kini tengah mengontak Dinas Perhubungan Purworejo dan Polres Purworejo untuk memastikan informasi tersebut.
"Kami sudah klarifikasi ke Dinas Perhubungan dan Polres, tapi belum ada pernyataan resmi dari mereka," katanya.
Ia mengimbau masyarakat Purworejo di perantauan agar lebih waspada dengan pesan yang beredar di WhatsApp Group, terlebih yang meminta data pribadi seperti KTP dan KK. Apalagi nomor yang tercantum adalah nomor kontak pribadi, bukan milik instansi resmi pemerintah.
Sekali lagi, Neira menegaskan, Pemkab Purworejo sama sekali belum mengeluarkan tentang kegiatan mudik bersama. Menurut dia, untuk membahas kegiatan semacam itu, biasanya digelar rapat-rapat oleh bagian Kesra Sekretariat Daerah dan instansi terkait dan barulah, "Materi rilis resmi kami buat, tapi pesan (mudik) tersebut beredarnya di WhatsApp " kata Neira.
Bolehkah pengumpulan data pribadi?
Bolehkah penyelenggara mudik mengumpulkan data pribadi warga? Satriyo Wibowo, pakar data pribadi dari Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), mengatakan,Jika penyelenggara kegiatan resmi oleh pemerintah, maka merujuk pada Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi, "dasar pemrosesan data pribadinya bisa menggunakan pelaksanaan tugas dalam rangka kepentingan umum, pelayanan publik, atau pelaksanaan kewenangan pemda."
Namun, dari segi prinsip pemrosesan data, kata dia, "pelanggaran yang sering dilakukan oleh badan publik ada pada prinsip pengumpulan terbatas dan spesifik, sesuai tujuan, perinsip pelindungan keamanan, penghapusan data pribadi setelah tujuan berakhir, dan pemberitahuan aktivitas pemrosesan".
Oleh karenanya, menurut dia, prinsip-prinsip tersebut harus dipahami betul oleh badan publik sebagai penyelenggara kegiatan. Proses meminta data-data pribadi, seperti dalam kasus mudik bersama, masih wajar sebagai proses validasi. Yang jelas, penyelenggara mudik bersama harus badan publik atau pemda.
"Kalau bukan pemda, tapi disuruh pemda, artinya mereka sebagai prosesor (data pribadi). Tapi, kalau enggak diperintah (pemda), praktik tersebut bisa dikategorikan mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya secara melanggar hukum dan bisa dikenai ketentuan Pidana UU PDP pasal 67 ayat (1)," kata Bowo, panggilan akrabnya kepada Cyberthreat.id.
Bowo mewanti-wanti agar setelah tujuan pemrosesan data pribadi tercapai, misal, dalam kegiatan mudik bersama itu, maka data pribadi peserta atau warga yang turut serta harus dimusnahkan. Kecuali, memang ada kewajiban penyimpanan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, seperti kewajiban pengarsipan, ujarnya.[]
Koreksi:
Paragraf "Kalau bukan pemda, tapi disuruh pemda, artinya mereka sebagai prosesor (data). Tapi, kalau enggak diperintah (pemda), ya (itu bisa disebut sebagai, red) pencurian data pribadi" sesuai permintaan narasumber diilengkapi sebagai berikut: "Kalau bukan pemda, tapi disuruh pemda, artinya mereka sebagai prosesor (data pribadi). Tapi, kalau enggak diperintah (pemda), praktek tersebut bisa dikategorikan mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya secara melanggar hukum dan bisa dikenai ketentuan Pidana UU PDP pasal 67 ayat (1)."
Share: