
Ilustrasi. Foto: myscience.org
Ilustrasi. Foto: myscience.org
Cyberthreat.id – Amerika Serikat dan China ikut bergabung dengan lebih dari 60 negara di dunia dalam meneken "call to action" tentang komitmen penggunaan mesin kecerdasan buatan (AI) secara bertanggung jawab di lingkup militer.
Pernyataan yang diteken pada Kamis (16 Februaru 2023) di Den Haag, Belanda tersebut hasil nyata dari KTT internasional pertama tentang AI di sektor militer yang digelar bersama oleh Belanda dan Korea Selatan.
Mereka bersepakat untuk mengembangkan dan menggunakan AI militer sesuai dengan "kewajiban hukum internasional dan dengan cara yang tidak merusak keamanan, stabilitas, dan akuntabilitas internasional," demikian laporan Reuters.
KTT tersebut digelar seiring minat terhadap AI semakin luas, terlebih sejak kepopuleran program ChatGPT buatan OpenAI yang didukung oleh Microsoft begitu populer. Bahkan, Ukraina sendiri mengakui telah menggunakan perangkat lunak AI dalam teknologi militernya saat melawan Rusia. (Baca: Teknologi AI Palantir Dipakai Ukraina untuk Targetkan Tank Lawan)
Dalam konferensi itu, Rusia tidak diundang, sedangkan Ukraina tidak hadir. Ada pun Israel menolak untuk meneken pernyataan tersebut meski hadir dalam sidang. Tidak dijelaskan mengapa Israel menolak dengan komitmen tersebut.
Dalam konferensi itu, Rusia tidak diundang, sedangkan Ukraina tidak hadir. Ada pun Israel menolak untuk meneken pernyataan tersebut meski hadir dalam sidang.
Sekadar diketahui, pada awal Mei 2021, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengklaim telah menggunakan penggunaan teknologi AI dan superkomputer pertama di dunia untuk menyerang Hamas.
IDF mengatakan sangat bergantung pada pembelajaran mesin dan pengumpulan data selama lebih dari dua tahun.
“Untuk pertama kalinya, kecerdasan buatan menjadi komponen kunci dan pengganda kekuatan dalam melawan musuh. Ini adalah kampanye pertama dari jenisnya untuk IDF. Kami menerapkan metode operasi baru dan menggunakan perkembangan teknologi yang merupakan pengganda kekuatan untuk seluruh IDF,” kata seorang perwira senior Korps Intelijen IDF seperti dikutip oleh Jerusalem Post.
AS Dikritik
Rekomendasi yang diajukan oleh Amerika Serikat adalah sistem senjata AI harus mendapatkan penilaian manusia yang sesuai—ini sejalan dengan pedoman baru tentang senjata otomatis mematikan yang dikeluarkan oleh Departemen Pertahanan AS bulan lalu.
Sementara itu, pakar hukum internasional dari Universitas Utrecht, Jessica Dorsey, mengatakan saran yang dikeluarkan oleh AS terlalu lemah. "Karena membuka jalan bagi negara untuk mengembangkan AI untuk keperluan militer dengan cara apa pun yang mereka anggap cocok selama mereka dapat mengatakan bahwa itu bertanggung jawab. Di mana mekanisme penegakannya?" kata dia.[]
Share: