
Praktisi dan akademisi hukum Nurlis Effendi.
Praktisi dan akademisi hukum Nurlis Effendi.
Cyberthreat.id - Akademisi juga praktisi hukum Nurlis Effendi mengatakan ada tiga tahap yang biasa digunakan dalam scanning sistem hukum yang juga bisa diadopsi tata kelola hukum di ruang siber. Ketiganya adalah struktur, substansi, dan kultur.
“Ada tiga tahap dalam scanning untuk sistem hukum,” katanya dalam Webinar CyberCorner “Permukaan Serangan Siber Semakin Luas, Bagaimana Antisipasinya?” yang diselenggarakan oleh Institut Kesehatan Indonesia (IKI), BEM FH Universitas Malahayati, dan Cyberthreat.id yang didukung oleh Bank BNI, Sabtu (3 Desember 2022).
Event ini diikuti sekitar 200 peserta dari berbagai kampus. Mahasiswa peserta antusias mengajukan berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan ancaman siber. Webinar diisi oleh Akademisi Hukum Nurlis Effendi, Ketua Pengwil APJII DKI Jakarta Tedi Supardi Muslih, pemerhati keamanan siber Dr. Sulistyo, dan AVP Information Security BNI Bobby Pratama.
Jika melihat dalam ruang siber di Indonesia, saat ini bisa dilihat dalam struktur hukum di dalam negeri berkaitan dengan pelaksana hukum yang berkaitan dengan undang-undang berkaitan.
“Jadi kalau struktur hukum itu ada dari aparat penegak hukum, kehakiman, polisi, dan jaksa, kemudian pelaksana hukum lainnya ada dari Kementerian Kominfo, BSSN, ada dari berbagai kementerian yang terkait dengan undang-undang, nah ini di Indonesia sudah cukup lengkap sebetulnya struktur hukumnya,” kata Nurlis.
Lalu, pelaksana hukum itu menjalankan undang-undang, dalam hal ruang siber, terdapat Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi yang baru saja disahkan pemerintah. Nurlis mengatakan hingga sampai saat ini belum ada pelaporan yang menggunakan beleid tersebut. Selain itu, juga ada UU ITE, peraturan pemerintah, dan peraturan menteri komunikasi dan informatika.
Terkait kultur, bisa dilihat bagaimana reaksi publik terhadap undang-undang dan proses hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum,
“Ketika undang-undangnya sudah ada, kemudian aparat penegak hukumnya sudah ada, tetapi kemudian bagaimana respons dari publik terhadap undang-undang,” ujar Nurlis. Ia pun menyarankan agar masyarakat bisa melaporkan kejadian kepada kepolisian ketika mengalami insiden siber.
Dalam kesempatan itu juga hadir perawakilan Dittipidsiber Bareskrim Polri AKBP Safi’i Nafsikin yang turut menjelaskan tentang kiprah polri dalam penanganan kasus-kasus keahatan siber. Ia mengatakan, Polri telah menangani berbagai macam kasus di bidang siber, seperti kasus pinjaman online (pinjol), penipuan dunia maya, peretasan, dan lainnya. Mulai dari nasional hingga kasus yang melibatkan organisasi polisi kriminalitas internasional, Interpol.[]
Share: