
Ilustrasi Freepik
Ilustrasi Freepik
Cyberthreat.id – Belum lama ini, artis Kim Kardashian dikenai denda sebesar US$1,26 juta atau sekitar Rp19,15 miliar oleh Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) Amerika Serikat lantaran secara ilegal mempromosikan aset kripto di akun Instagram-nya.
SEC mengatakan bahwa Kim tidak jujur bahwa dirinya dibayar untuk mempromosikan aset kripto EthereumMax kepada ratusan juta pengikut Instagram-nya.
Menurut SEC, Kim telah sepakat untuk menanggung denda tersebut dan tidak akan mempromosikan lagi aset kripto selama tiga tahun. Terlepas dari penyelesaian masalah itu, menurut SEC, Kim tidak mengakui atau menyangkal temuan SEC.
Lalu bagaimana peraturan mempromosikan aset kripto di Indonesia? Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan menjelaskan, semua aturan kripto di Indonesia diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) Di Bursa Berjangka.
Dalam beleid tersebut, tidak ada aturan spesifik bagaimana tata cara untuk mempromosikan aset kripto. Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Tirta Karma Senjaya mengatakan, segala kegiatan di luar perdagangan kripto harus mendapatkan persetujuan Bappebti.
“Untuk kripto ikut Perba 8/2021, jadi hal-hal lain di luar kegiatan perdagangan kripto harus mendapatkan persetujuan Bappebti via bersurat, cek pasal 13 Ayat 3,” katanya kepada Cyberthreat, Senin (17/10).
Untuk diketahui, pada Pasal 13 Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 8 Tahun 2021 berisi tentang Pedagang Fisik Asep Kripto.
Ayat 1 berbunyi pedagang fisik aset kripto untuk dapat melakukan kegiatannya dalam memfasilitasi transaksi perdagangan pasar fisik aset kripto wajib memperoleh persetujuan dari Kepala Bappebti.
Sementara Ayat 2 berbunyi ruang lingkup kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi (a) jual dan/atau beli antara Aset Kripto dan mata uang Rupiah; (b) pertukaran antar satu atau lebih antar jenis aset kripto; (c) penyimpanan aset kripto milik pelanggan aset kripto; dan (d) transfer atau pemindahan aset kripto antar wallet.
Pada Pasal 13 tersebut, terdiri dari 6 ayat yang semuanya mengatur pedagang fisik aset kripto.
Oleh karena itu, Tirta menegaskan setiap pedagang aset kripto perlu melayangkan surat pemberitahuan terkait setiap promosi aset kriptonya secara detail, lalu Bappebti akan mereview surat tersebut.
“Bisa dicontoh ke sini gak apa-apa (Peraturan Kepala Bappebti Nomor 83/Bappebti/Per/06/2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Promosi Atau
Iklan, Pelatihan, Dan Pertemuan Di Bidang Perdagangan Berjangka Komoditi .red). Lampirkan contoh promosinya misal pamflet dan sebagainya,” ujar Tirta.
Tidak Campuri Pendapatan dari Promosi Kripto
Tirta menambahkan, terkait pelaporan pendapatan dari promosi kripto, Bappebti tidak sampai ke ranah tersebut. Ia menegaskan hanya mengatur bagaimana tata kelola perdagangan aset kripto saja.
“Sama seperti pengenaan PPh dan PPN terhadap transaksi kripto, maka terkait pendapatan atau keuntungan dari kripto yang harus dilaporkan dan dipungut oleh pemerintah bukan di wilayah kewenangan kami yang hanya mengatur perdagangan aset kripto dan pengawasannya sesuai tupoksi,” jelasnya.
Jika ditilik, Kementerian Keuangan lah yang berhak untuk mengetahui berapa pendapatan dari sesorang terkait promosi yang dilakukan terhadap aset kripto.
Kementerian Keuangan mencatatkan penerimaan negara pungutan pajak kripto hingga Agustus 2022 mencapai Rp126,75 miliar. Pungutan ini terdiri atas pajak penghasilan (PPh) atas transaksi aset kripto hingga pajak pertambahan nilai (PPN).
PPh 22 atas atas transaksi aset kripto sudah terkumpul Rp60,76 miliar dan PPN dalam negeri yang dipungut oleh non bendahara Rp65,99 miliar hingga Agutus 2022.
Pemungutan pajak kripto ini sudah berlaku mulai 1 Mei 2022 dan mulai dibayarkan serta dilaporkan pada Juni 2022. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto yang menjadi turunan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Share: