
Ketua CISSReC Pratama Persadha
Ketua CISSReC Pratama Persadha
Cyberthreat.id – Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha, menilai wacana untuk menempatkan Komisi Perlindungan Data Pribadi (PDP) di bawah Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) akan membuatnya tidak bisa berfungsi maksimal.
Hal ini dikemukakan setelah muncul wacana Komisi Perlindungan Data Pribadi (PDP) di bawah Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Usulan tersebut muncul menyikapi perbedaan pendapat antara Komisi I DPR dan Kominfo terkait posisi lembaga pengawas. DPR ingin lembaga pengawas independen di bawah presiden. Sementara Kominfo menginginkan lembaga baru itu berada di bawah kendalinya.
Karena tak kunjung ada kata sepakat itulah, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi tak kunjung disahkan. Sebagai jalan tengah, Anggota Komisi I DPR Christina Aryani melontarkan usulan agar Komisi PDP ditempatkan di bawah BSSN saja.
"Kalau sampai ini tidak juga jadi solusi, ngotot tetap harus di bawah Kominfo, kami nilai pemerintah tidak serius mencari solusi," kata Christina Aryani seperti dilansir Kompas, Kamis (7 April).
Terkait hal tersebut Pratama menilai bahwa Komisi PDP merupakan ujung tombak UU PDP. Sehingga Komisi PDP harus ditempatkan di posisi tertinggi dan independen agar bisa menjalankan amanah UU dengan maksimal.
“Semangat kelahiran RUU PDP harus dibuat sangat powerful dan tidak ambigu, sehingga bisa menjalankan fungsinya secara maksimal, jadi Komisi PDP harus berada di posisi yang kuat dalam hirarki kenegaraan,” kata Pratama dalam keterangan yang diterima Cyberthreat.id, Jumat (8 April 2022).
Menurutnya, wacana menempatkan Komisi PDP di bawah lembaga lain saja sudah tidak proporsional. Terlebih, BSSN merupakan lembaga yang baru terbentuk dan kewenangannya juga belum maksimal. BSSN harus diberikan penguatan wewenang dalam mengamankan wilayah siber.
“BSSN seharusnya tidak ditambahkan tugas mengurusi sengketa yang nantinya ada di Komisi PDP, ini jelas melenceng jauh dari cita-cita perlindungan data pribadi,” kata dia.
Pratama menjelaskan, Komisi PDP adalah organisasi yang dibentuk atas dasar Undang-Undang, sedangkan pembentukan BSSN sendiri berdasarkan Perpres. Dikhawatirkan ini akan menimbulkan masalah di kemudian hari.
Terlebih semangat UU PDP adalah menertibkan penggunaan dan penyalahgunaan data, yang ini dilakukan oleh banyak organisasi besar baik swasta maupun lembaga negara itu sendiri. Karena resiko menghadapi kekuatan besar itulah, posisi dan wewenang Komisi PDP harus diberikan di tempat terbaik dan terkuatnya.
Ia menyebutkan, bila ingin perlindungan data pribadi maksimal lewat UU PDP, Komisi PDP harus menjadi komisi negara yang independen seperti komisi negara lainnya. Para komisionernya dipilih dari usulan pemerintah dan DPR, mewakili berbagai unsur ada ASN, perwakilan masyarakat, akademisi, profesional dan aparat.
“Sehingga dalam menjalankan wewenangnya nanti, Komisi PDP dalam posisi bargaining yang kuat di depan lembaga dan pejabat tinggi negara juga,” kata Pratama.
Menurut Pratama, penempatan Komisi PDP di bawah Kominfo maupun BSSN akan sangat berpotensi bertabrakan dengan berbagai kepentingan karena tidak kuatnya posisi Komisi PDP itu sendiri. Selain itu jika Komisi PDP lemah, tentu akan membuat penegakan UU PDP lemah, dan ini akan berdampak pada ekonomi digital dan keamanan nasional.
“Komisi PDP yang kuat ini tidak hanya bermanfaat secara langsung ke Indonesia, kalau kita bicara soal investasi, para investor dalam dan luar negeri juga akan melihat ini sebagai nilai positif berinvestasi di Indonesia, ada aturan main yang jelas dan penegakan UU PDP yang kuat,” kata Pratama.[]
Editor: Yuswardi A. Suud
Share: