
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Cyberthreat.id – Country Manager Indonesia, Palo Alto Network, Adi Rusli, mengungkapkan bahwa sekitar 67 persen organisasi dan pelaku bisnis di Indonesia memberikan perhatian khusus pada keamanan siber.
“Bahkan, mereka juga telah berencana untuk meningkatkan anggaran mereka untuk keamanan siber di tahun 2022,” ujar Adi dalam webinar hasil studi bertajuk “State Of Cybersecurity,” Kamis (24 Maret 2022).
Studi dilakukan secara online pada November 2021 dan melibatkan lebih dari 500 responden dari pelaku bisnis di Singapura, Malaysia, Indonesia, Filipina, dan Thailand. Tujuannya untuk mengamati tantangan keamanan siber pada tahun lalu dan prospeknya di masa mendatang.
Dengan pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir dan meningkatnya cara kerja baru (work from home), keamanan siber menjadi perhatian semua pemimpin organisasi di ASEAN. Sebanyak 92 persen pemimpin bisnis mulai memprioritaskan keamanan siber. Bahkan, 74 persen responden percaya bahwa kepemimpinan bisnis mereka saat ini telah meningkatkan perhatian terhadap keamanan siber.
Menurut studi, hampir separuh responden menyebutkan bahwa isu keamanan siber juga dibahas di tingkat dewan organisasi di tiap kuartal, bahkan secara khusus dibahas tiap bulan (sekitar 38 persen).
Selain itu, 68 persen responden berencana meningkatkan anggaran keamanan siber mereka pada 2022.
Dari studi juga terlihat, “Anggaran keamanan siber meningkat, dan merupakan yang tertinggi untuk perusahaan layanan keuangan (81 persen), diikuti dengan fintech (75 persne),” ujar Adi.
Adi menyebutkan, organisasi yang bergerak di bidang layanan keuangan dan juga fintech menjadi bisnis yang paling rawan akan ancaman siber. Serangan malware menjadi perhatian utama karena berkaitan erat dengan data-data milik konsumen.
Di Indonesia, salah satu tantangan yang dihadapi oleh para organisasi dan perusahaan adalah sulitnya mendapatkan solus keamanan yang mumpuni. Sekitar 63 persen responden mengungkapkan tantangan paling besar di Indonesia adalah kebutuhan untuk mendapatkan solusi keamanan siber yang lebih luas untuk melindungi diri mereka dari ancaman siber.
“Padahal ada peningkatan transaksi digital dengan pemasok dan pihak ketiga lainnya yang perlu mendapatkan perhatian serius dari ancaman siber,” kata Adi.
Belum lagi, diketahui bahwa 18 persen organisasi di Indonesia mengalami lebih dari 50 persen peningkatan serangan siber disruptif pada 2021. Organisasi di Indonesia memiliki tingkat risiko ancaman siber yang relatif tinggi (41 persen) di ASEAN.
Untuk itu, Adi merekomendasikan beberapa hal agar perusahaan bisa meningkatkan keamanan siber dan melindungi dirinya dari berbagai ancaman siber. Berikut beberapa hal tersebut:
Redaktur: Andi Nugroho
Share: