
Ekstensi DuckDuckGo mencegah Facebook melacak aktivitas pengguna di sebuah situs berita | YAS/Cyberthreat.id
Ekstensi DuckDuckGo mencegah Facebook melacak aktivitas pengguna di sebuah situs berita | YAS/Cyberthreat.id
Cyberthreat.id - Facebook setuju untuk membayar US$90 juta (setara Rp1,3 triliun dengan kurs hari ini) untuk menyelesaikan gugatan privasi selama satu dekade yang menuduhnya melacak aktivitas internet pengguna bahkan setelah mereka logout dari situs media sosial itu.
Usulan penyelesaian awal yang diajukan pada Senin malam ke Pengadilan Distrik Amerika Serikat di San Jose, California, dan memerlukan persetujuan hakim. Kesepakatan itu juga mengharuskan Facebook untuk menghapus data yang dikumpulkannya secara tidak benar.
Pengguna menuduh unit Meta Platforms Inc itu melanggar undang-undang privasi dan penyadapan federal dan negara bagian dengan menggunakan plug-in berupa kode-kode perintah dalam bahasa pemograman untuk menyimpan cookie yang dilacak ketika mereka mengunjungi situs web di luar Facebook tetapi berisi tombol "suka" dari platform media sosial itu. .
Sebagai contoh, hal itu antara lain dapat ditemukan pada kolom komentar di sejumlah situs berita yang menggunakan plug-in Facebook. Karena aktivitas pengguna terhubung ke server Facebook lewat plug-in yang ditanam di sejumlah situs berita, Facebook mendapatkan data jejak digital seseorang, bahkan saat orang itu tidak sedang login di akunnya. Sedangkan bagi situs berita, mereka bersedia memasang plugin komentar Facebook karena beritanya yang dikomentari oleh pengguna Facebook akan muncul di linimasa orang yang berkomentar. Praktik ini masih lazim terjadi, termasuk di Indonesia. Kini, peramban DuckDuckGo menyediakan ekstensi yang dapat memblokir Facebook dari melacak aktivitas pengguna di luar platformnya.
Facebook kemudian diduga mengumpulkan riwayat penelusuran pengguna ke dalam profil yang dijualnya kepada pengiklan.
Kasus tersebut telah dihentikan pada Juni 2017, tetapi dihidupkan kembali pada April 2020 oleh pengadilan banding federal, yang mengatakan pengguna dapat mencoba membuktikan bahwa perusahaan yang berbasis di Menlo Park, California, mendapat untung secara tidak adil dan melanggar privasi mereka.
Upaya Facebook selanjutnya untuk membujuk Mahkamah Agung AS untuk menangani kasus tersebut tidak berhasil.
Perusahaan membantah melakukan kesalahan tetapi menyelesaikannya untuk menghindari biaya dan risiko persidangan, menurut dokumen penyelesaian.
Penyelesaian "adalah demi kepentingan terbaik komunitas kami dan pemegang saham kami dan kami senang untuk mengatasi masalah ini," kata juru bicara Meta Drew Pusateri dalam email seperti dilansir Reuters, Selasa.
Penyelesaian ini mencakup pengguna Facebook di Amerika Serikat yang antara 22 April 2010 dan 26 September 2011 mengunjungi situs web non-Facebook yang menampilkan tombol "suka" Facebook.
Pengacara penggugat berencana untuk meminta biaya hukum hingga US$26,1 juta, atau 29%, dari dana penyelesaian. Gugatan itu dimulai pada Februari 2012.
Facebook telah menghadapi keluhan privasi lainnya.
Pada Juli 2019, Facebook setuju untuk meningkatkan perlindungan privasi dalam penyelesaian Komisi Perdagangan Federal AS yang juga mencakup denda US$ 5 miliar.
Pada hari Senin, Jaksa Agung Texas menggugat Meta, mengklaim mengumpulkan data pengenalan wajah tanpa izin pengguna.[]
Berita terkait:
Share: