
ujar Deputi VIII Kemenkopolhukam, Marsda TNI Arif Mustofa dalam sedaring bertajuk “Current Cybersecurity Trend and Future Challenges”, Senin (7 Februari 2022). | Foto: Tangkapan layar YouTube Cloud Computing Indonesia
ujar Deputi VIII Kemenkopolhukam, Marsda TNI Arif Mustofa dalam sedaring bertajuk “Current Cybersecurity Trend and Future Challenges”, Senin (7 Februari 2022). | Foto: Tangkapan layar YouTube Cloud Computing Indonesia
Cyberthreat.id – Daya saing dan inovasi dalam kemandirian keamanan siber nasional di Indonesia harus menjadi perhatian utama.
“Kemandirian ini sangat penting, terlebih keamanan siber telah menjadi isu prioritas bagi semua negara termasuk Indonesia,” ujar Deputi VIII Kemenkopolhukam, Marsda TNI Arif Mustofa dalam sedaring bertajuk “Current Cybersecurity Trend and Future Challenges”, Senin (7 Februari 2022).
Teknologi informasi dan komunikasi saat ini, kata dia, telah menjadi kebutuhan pokok masyarakat dan telah digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Mulai bidang sosial, ekonomi, hukum, organisasi, kesehatan, pendidikan, pemerintahan, keamananan dan pertahanan dan lain-lain.
“Makin tinggi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, maka tingkat risiko dan penyalahgunaan TIK makin tinggi dan kompleks,” ujar Arif.
Menurut dia, kompleksitas dunia TIK terlihat meningkat sejak awal pandemi Covid-19 yang memaksa perubahan pada kehidupan manusia menuju ke new normal, terutama pola pemanfaatan TIK.
“Kejadian luar biasa ini ternyata telah berdampak sangat signifikan pada lingkungan siber dan mendorong penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik yang aman dan andal, serta kemandirian di bidang keamanan siber,” katanya.
Serangan siber sosial
Dalam kesempatan sama, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Hinsa Siburian, menyebutkan serangan siber yang bersifat sosial menjadi ancaman berbahaya karena langsung berpengaruh pada kejiwaan manusia.
“Saat ini serangan siber tidak hanya terjadi secara teknis saja, tetapi juga secara sosial melalui media sosial di internet dan langsung berpengaruh pada jiwa dan pikiran masyarakat,” ujar Hinsa.
Hinsa mengatakan, ancaman yang bersifat sosial ini harus diwaspadai oleh pemerintah karena serangan ini menargetkan langsung ke masyarakat. Serangan sosial ini bertujuan untuk mempengaruhi cara berpikir, menyinggung sistem kepercayaan, dan mengubah tingkah laku masyarakat.
Biasanya serangan sosial melalui beberapa teknik, seperti propaganda hitam dengan membuat dan menyebarkan bukti palsu di media sosial dan pembanjiran informasi yang bertentangan dengan suatu fenomena.
Selain itu, serangan cheerleading informasi untuk menyulitkan masyarakat membedakan informasi yang kredibel. Juga, serangan “memadamkan” pengaruh suatu opini yang sedang berkembang di masyarakat, dan mempolarisasi masyarakat ke dalam dua kutub opini yang bertentangan.
“Teknik serangan sosial ini tentu dapat memberi ancaman tersendiri bagi keamanan nasional di Indonesia, apalagi berbagai informasi yang ada dalam serangan sosial ini bersifat perang informasi yang dapat membuat perpecahan di masyarakat,” kata Hinsa.
Hinsa mencontohkan, salah satu bentuk serangan sosial yang saat ini menjadi perhatian BSSN adalah paham terorisme dan radikalisme yang tumbuh subur di media sosial.
“Dari media sosial mereka membujuk kelompok tertentu untuk melakukan tindakan terorisme dan meminta mereka menjadi pengantin yang melakukan bom bunuh diri, ini tentu sangat berbahaya bagi keamanan nasional kita,” kata dia.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Share: