
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Ilustrasi | Foto: freepik.com
London, Cyberthreat.id – Tantangan terbesar media secara global saat ini adalah mempertahankan kepercayaan publik di tengah dinamika media online dan media sosial.
Demikian disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dalam Konferensi Global tentang Kebebasan Media di Gedung Printworks London, Inggris, Kamis lalu, seperti dikutip dari situs web kominfo.go.id, Minggu (14 Juli 2019).
"Akurasi, kedalaman, kemandirian, keseimbangan, masih merupakan kekuatan jual media massa dalam jangka panjang,” kata dia.
“Sayangnya, apa yang sering terjadi sekarang adalah bahwa pers secara statistically seperti media sosial, baik dalam gaya presentasi kurangnya akurasi," ia menambahkan.
Rudiantara mengatakan, "Di Indonesia itu yang namanya freedom of expression di media itu tidak menjadi isu besar. Justru, yang menjadi isu besar itu adalah model bisnis media ke depan. Karena dengan katakanlah adanya media sosial, jangan sampai media mainstream itu mengikuti langgam dari media sosial," jelasnya.
"Freedom of speech masih menjadi isu utama di beberapa negara di dunia. Indonesia menjadi contoh untuk penerapan human rights. Saya selalu sampaikan tidak ada human right without justice, tidak ada hak asasi manusia tanpa keadilan, tidak boleh keadilan itu dikuasai oleh segelintir kelompok," kata dia.
Mengutip hasil survei Nielsen Consumer & Media 2017, menurut Menkominfo, berita andal dan berita utama yang menarik adalah dua hal yang membuat pembaca tetap memilih koran.
Sedangkan untuk majalah atau tabloid, audiens menantikan artikel seperti kisah nyata dan informasi mode. "Artinya, penonton media masih merindukan kehadiran sensasi yang agak kuno," ujarnya.
Menurut Rudiantara, media mainstream harus bisa memenangkan kepercayaan publik dengan tetap menjaga akurasi sajian, bukan sekadar kecepatan sebagaimana media sosial.
"Media sosial yang penting kecepatan tidak ada akurasi. Sebetulnya pernah terjadi beberapa waktu lalu, di mana televisi itu meng-quote dari akun media sosial seseroang, Tapi yang di-posting itu tidak benar. Akhirnya menjadi vicisious circle (lingkaran setan)," tuturnya.
Menkominfo menyatakan media mainstream dapat memenangkan kepercayaan publik dengan membuat model bisnis baru dan membedakan konten dengan media sosial.
"Media massa, terutama media cetak, harus kembali untuk memenangkan kepercayaan publik, dan membedakan diri dengan media sosial yang lebih bebas karena tidak diwajibkan untuk memenuhi aturan pers," ujar dia.
Share: