
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Cyberthreat.id – Generasi muda Indonesia yang jumlahnya dua pertiga dari pengguna internet Indonesia disarankan untuk mempelajari kecakapan digital baru.
Kecakapan digital baru yang harus dimiliki, seperti big data analytic, artificial intelligence, machine learning, IoT, serta cybersecurity.
“Jadi, internet itu tidak hanya digunakan untuk media sosial dan hiburan saja, tapi juga harus produktif secara ekonomi juga,” kata Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dedy Permadi, dalam Sofa Talk-Digital Economy Working Group, secara virtual, Rabu (26 Januari 2022).
Dengan menguasai kecakapan digital baru, menurut Dedy, sumber daya manusia (SDM) akan mudah beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang ada, sehingga Indonesia tidak lagi menjadi “pengguna saja tetapi juga pencipta teknologi”.
Selain itu, melalui kecakapan digital baru diharapkan mampu membuka peluang-peluang untuk meningkatkan produktivitas masyarakat di ruang digital.
Dua isu G20
Dedy menyebutkan, penguasaan kecakapan digital baru ini masuk sebagai salah satu isu G20 yang diusulkan Indonesia, yakni terkait dengan digital skill dan digital literacy. Pihaknya pun telah membuat semacam toolkit untuk mengukur kecakapan digital masyarkat yang ada di negara G20, mulai dari penguasaan teknologi sampai keamanan digital.
Tidak hanya itu, dalam Presidensi G20 yang akan dilaksanakan Maret mendatang, ada dua isu lain yang juga akan dibahas bersama dengan negara lain.
Pertama, konektivitas dan pemulihan pasca pandemi. Konektivitas ini harus bisa mengatur bagaimana setor informasi dan komunikasi bisa mendukung sektor lainnya agar tetap bertahan di kondisi krisis.
“Misalnya kita dorong bagaimana UMKM ini bisa go digital untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional,” kata dia.
Kedua, terkait dengan cross border data flow. Isu ini berkaitan dengan arus data lintas negara, di mana pada 2025 diproyeksikan data yang beredar di seluruh dunia per hari itu ada 453 exabytes.
Oleh karenanya, kata Dedy, perlu kesepakatan dengan negara lain terkait dengan tata kelola guna melindungi data-data ini dan memperkecil penyalahgunaan data pribadi, serta kemungkinan serangan siber.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Share: