
Akun Ghozali Everyday di platform e-commerce NFT, OpenSea. | Foto: Tangkapan layar Cyberthreat.id/Andi Nugroho
Akun Ghozali Everyday di platform e-commerce NFT, OpenSea. | Foto: Tangkapan layar Cyberthreat.id/Andi Nugroho
Cyberthreat.id – Foto-foto wajah itu sebetulnya biasa saja. Tak ada bedanya dengan swafoto-swafoto lainnya.
Koleksi foto itu berjumlah 933. Namun yang membuat foto-foto itu berbeda dengan swafoto Anda ialah pemilik foto secara konsisten mengabadikan wajahnya sejak 2017 hingga 2014.
Diunggahlah foto-foto itu di OpenSea.io, situsweb pasar niaga yang mengkhususkan jual-beli benda-benda non-fungible token (NFT), pada 10 Januari 2022. Ia mematok foto awalnya cuma US$3 atau 0,001 ETH (Ethereum).
Selama sepekan terakhir, foto-fotonya laku keras (dalam tiga hari laku 331 foto), bahkan harga terendahnya sebesar 0,2 ETH (Rp9,6 juta) per 17 Januari. Sementara, harga tertinggi fotonya yang kini dimiliki oleh orang lain senilai Rp3,2 triliun (66,346 ETH)
Sultan Gustaf Al Ghozali (Ghozali), begitu nama lengkap pembuat swafoto itu, mendadak jadi “selebritas” NFT di Indonesia. Gaung kekayaannya merebak di media sosial. Ditjen Pajak pun menyenggolnya di Twitter dan mengingatkan untuk bayar pajak.
Pemuda 22 tahun asal Semarang, Jawa Tengah itu mendadak ditiru oleh sebagian orang Indonesia lainnya, mulai mengunggah foto makanan hingga swafoto dengan KTP atau KTP itu sendiri—sesuatu yang di luar konsep NFT itu sendiri.
Gambar swafoto Ghozali yang terjual di OpenSea dan kini dijual kembali oleh pemiliknya seharga Rp3,1 triliun
Apa itu NFT?
NFT sederhananya ialah aset kripto. Umumnya dibangun dengan berbasis Ethereum, mata uang kripto pesaing Bitcoin. ETH dikembangkan oleh Vitalik Buterin dan dikenalkan pertama kali pada 2015. Perdagangan kripto ini seperti umumnya menggunakan sistem blockchain, tapi ETH-lah pioner konsep blockchain desentralisasi (dipecah di beberapa server agar lebih aman).
Karena disebut non-fungible, maka NFT tidak bisa dipertukarkan, sifatnya unik—tidak mungkin ada dua NFT yang identik. Logika sederhana, Anda punya tiket pesawat. Di situ tertera identitas Anda. Jadi, tiket itu tidak mungkin diperdagangkan lagi untuk naik pesawat ke orang lain.
NFT hanya sebagai bukti kepemilikan tunggal seseorang atas barang-barang tertentu, mulai lukisan, kartu olahraga, atau apa pun dalam bentuk digital. Meski banyak foto yang beredar di internet yang merujuk pada benda digital tersebut, hanya satu orang yang memiliki benda aslinya. Data kepemilikan ini bisa dilacak ke pencipta asli tanpa perlu verifikasi pihak ketiga.
Mengapa NFT diminati?
Ini seperti mengatakan mengapa Anda mengoleksi tanaman janda bolong? Atau, mengapa orang rela berburu lukisan karya Raden Saleh yang harganya miliaran rupiah? Orang punya preferensi sendiri terhadap nilai sebuah barang, apalagi bagi penyuka benda langka dan unik.
NFT sendiri awalnya lebih ke penawaran koleksi karya seni dan game. Sejauh ini NFT termahal adalah “Dragon #896775” milik rabono di platform CryptoKitties. Harga jualnya menyentuh 600 ETH atau US$2,01 juta (Rp28,8 triliun).
Tangkapan layar dari CryptoKitties.
Seni adalah keindahan. Sulit mengukur sebuah keindahan dengan uang, bukan?
Ketika ada sebuah gambar digital yang dijual dengan harga tinggi, sulit untuk dijelaskan mengapa si pembeli rela merogoh kocek dalam-dalam demi sebuah foto digital. Padahal, nalar bodohnya: gambar tersebut cukup dipotret pakai HP atau “klik kanan” gambar itu, lalu simpan di komputer. Ini pula yang memunculkan situsweb bajakan NFT yang mengolok-olok kepemilikan karya digital yang dianggap tidak masuk akal. (Baca: Programmer Australia Bikin Portal Bajakan NFT Bay, Gratis Unduh Karya Seni Digital)
Apakah NFT aman?
Secara teknologi, NFT sendiri aman. Sistem blockchain yang menjadi tulang punggungnya sulit untuk diretas. Hanya, karena itu sebuah foto, tentu siapa saja bisa menyimpannya.
“NFT-nya sendiri pasti aman. Namun, siapa pun bisa meng-capture foto tersebut dan dimanfaatkan untuk berbagai tujuan, membuat meme misalnya. Atau, di Indonesia bisa untuk memalsukan KTP. Jadi tetap harus waspada,” ujar Peneliti keamanan siber Pratama Persadha kepada Cyberthreat.id, Jumat (14 Januari 2022).
Menurut Pratama, catatan transaksi dalam blockchain berisi data penciptanya, harga, serta histori kepemilikannya.
“Blockchain membuat setiap aset digital tidak bisa dipalsukan, karena tercatat siapa pemilik dan history transaksi. Inilah yang membuat banyak seniman juga mulai menggunakan NFT untuk menjual karyanya,” kata pendiri lembaga riset siber, CISSReC.
NFT naik daun bersamaan dengan naik daunnya metaverse setelah pengumuman CEO Mark Zuckerberg terkait perubahan nama Facebook Inc menjai Meta. “NFT adalah aset digital yang banyak dijualbelikan di internet dan bisa digunakan juga di metaverse,” ujarnya.
Dalam kasus Ghozali, kata Pratama, yang bersangkutan kebetulan memang tahu sejak lama, karena juga berkuliah di bidang animasi, Universitas Dian Nuswantoro, Semarang. “Jadi, Ghozali kemungkinan besar tahu betul kemana saja dia bisa menjual karyanya,” ujarnya.
Seperti kapling tanah di metaverse yang laku dengan sangat mahal, NFT juga mengalami kenaikan signifikan. Apalagi setelah banyak merek seperti Adidas mulai menjual produk NFT-nya.
Awas pelanggaran data pribadi
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI pun merespons merebaknya fenomena NFT tersebut dan mengigatkan agar tidak menjual sesuatu yang melanggar aturan.
“Kementerian Kominfo mengingatkan para platfom transaksi NFT untuk memastikan platformnya tidak memfasilitasi penyebaran konten yang melanggar peraturan perundang-undangan, baik berupa pelanggaran ketentuan pelindungan data pribadi, hingga pelanggaran hak kekayaan intelektual,” kata Juru Bicara Kemenkominfo, Dedy Permadi, Minggu (16 Januari).
Ia mengatakan, Menteri Kominfo Johnny G. Plate telah memerintahkan jajaran di kementerian untuk mengawasi kegiatan transaksi NFT, serta melakukan koordinasi dengan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, Kementerian Perdagangan (Bappebti) selaku Lembaga berwenang dalam tata kelola perdagangan aset kripto.
Menurut Dedy, UU ITE serta perubahannya dan peraturan pelaksananya, mewajibkan seluruh PSE untuk memastikan platformnya tidak digunakan untuk tindakan yang melanggar peraturan.
“Pelanggaran terhadap kewajiban yang ada dapat dikenakan sanksi administratif termasuk di antaranya pemutusan akses platform bagi pengguna dari Indonesia,” ujarnya.
“Mengimbau masyarakat untuk dapat merespon tren transaksi NFT dengan lebih bijak sehingga potensi ekonomi dari pemanfaatan NFT tidak menimbulkan dampak negatif maupun melanggar hukum…”
Kementerian, katanya, akan mengambil tindakan tegas bagi pengguna platform transaksi NFT yang menggunakannya untuk melanggar hukum.
Ghozali sendiri di akun Twitter-nya menyadari bahwa menjual foto diri seperti itu juga rawan penyalahgunaan. Ia pun mewanti-wanti agar foto-fotonya tersebut tidak disalahgunakan.
“Anda dapat melakukan apa saja, tapi tolong jangan menyalahgunakan foto saya, atau orangtua saya akan sangat kecewa kepada saya. Saya percaya kalian, jadi tolong jaga foto-foto saya,” begitu cuitannya pada 12 Januari lalu ketika mengumumkan 331 NFT gambar swafotonya laku keras.[]
Share: