
Ilustrasi | Foto: Unsplash
Ilustrasi | Foto: Unsplash
Cyberthreat.id – Chief Strategy, Transformation & Digital Officer Maybank Indonesia, Michael Hamilton, mengatakan, penggunaan keamanan autentikasi dua faktor (2FA) saat ini dirasa tidak cukup untuk melindungi nasabah bank.
Menurut dia, industri perbankan perlu menambah lapisan keamanan lagi sebab pola kejahatan yang dilakukan peretas jahat semakin kreatif dan bervariasi.
"Bahwa 2FA dirasa cukup, itu tidak," ungkap Michael saat menjawab pertanyaan Cyberthreat.id dalam webinar "Pentingnya Keamanan Siber Untuk Ekonomi Digital Indonesia", Kamis (28 Oktober 2021).
Ia pun mengutip laporan ThreatFabric pada 2020, salah satunya, menunjukkan bahwa saat ini ada perangkat lunak jahat (malware) yang dapat mencuri kode autentikasi dari sistem 2FA.
"Tindak kejahatan ini terus berkembang. Di sinilah kami terus melakukan inovasi untuk meningkatkan keamanan dalam menjaga nasabah agar tetap terproteksi," ujar Michael.
Teknologi 2FA pada dasarnya digunakan untuk memverifikasi bahwa pengguna akun tersebut adalah orang yang asli atau sah. Setelah pengguna melakukan login di akun daring dengan kata sandi, selanjutnya masih terdapat satu autentikasi yang perlu dilewati.
Pengguna akan dikirimkan kode sekali pakai (OTP) yang hanya aktif dalam waktu tertentu. Kode tersebut dikirimkan melalui aplikasi 2FA atau melalui SMS ke nomor telepon pengguna atau bisa pula berbasis data biometrik (sidik jari, wajah, dan mata). Teknologi keamanan ini kini menjadi standar keamanan ISO 27001.
Michael menyadari betul bahwa sektor finansial sangat ditargetkan oleh penjahat siber. Di samping penerapan sistem keamanan 2FA, ia juga mengimplementasikan analisis kebiasaan para nasabahnya. Salah satu fungsinya adalah memeriksa keaslian nasabah.
Ketika ada anomali atau keanehan transaksi sistem akan mendeteksi hal tersebut berdasarkan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan pembelajaran mesin (ML).
"Berdasarkan prediktif AI dan ML kita bisa memahami perilaku nasabah kita dan bisa memahami adanya satu usaha daripada hacker yang berusaha mencuri kredensial para nasabah," jelas Michael.
Dengan kedua teknologi itu, kata dia, setidaknya bisa memperkecil risiko tindak kejahatan dunia maya yang terus berevolusi.[]
Share: