
Aplikasi PeduliLindungi | Foto: PeduliLindungi
Aplikasi PeduliLindungi | Foto: PeduliLindungi
Cyberthreat.id – Pemerintah menyatakan bahwa informasi Nomor Induk Kependudukan dan tanggal vaksinasi Covid-19 Presiden Joko Widodo yang tersebar di media sosial tidak berasal dari aplikasi PeduliLindungi.
Pernyataan bersama itu dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Kominfo, dan Badan Siber dan Sandi Negara menyikapi beredarnya tampilan sertifikat vaksinasi Presiden Jokowi di jejaring sosial microblogging, Twitter.
“Informasi NIK Bapak Presiden Joko Widodo telah terlebih dulu tersedia di situs web Komisi Pemilihan Umum. Informasi tanggal vaksinasi dapat ditemukan dalam pemberitaan media massa,” demikian pernyataan tertulis, Jumat (3 September 2021).
Disebutkan juga bahwa akses pihak-pihak tertentu terhadap sertifikasi vaksinasi Covid-19 milik presiden, “dilakukan menggunakan fitur pemeriksaan sertifikat vaksinasi Covid-19 yang tersedia di sistem PeduliLindungi,” tutur pemerintah.
Tidak ada penjelasan siapa yang mengakses informasi sertifikat vaksinasi Covid-10 milik presiden. Hanya dijelaskan bahwa untuk mengakses data tersebut di PeduliLindungi (khusus berbasis web) yang sebelumnya memakai nomor telepon, kini diganti dengan lima parameter. Yaitu, nama lengkap, NIK, tanggal lahir, tanggal vaksin, dan jensi vaksin.
Pendek kata, selama seseorang mengetahui lima parameter tersebut dari orang yang ditargetkan, mereka bisa mengetahui, bahkan mengunduh sertifikat digital vaksinasi Covid-19. (Baca: Sertifikat Vaksin Jokowi Beredar di Medsos, Platform PeduliLindungi Memungkinkan Cek Data Status Vaksin Orang Lain)
“Upaya pengawasan kepatuhan terhadap pengelola sistem PeduliLindungi, pihak yang mengelola data, serta para pengguna, akan terus dilakukan oleh Kementerian Kominfo dengan berkoordinasi bersama Kementerian Kesehatan, BSSN, dan pihak terkait lainnya,” tutur pemerintah.
Sejak 28 Agustus 2021, sistem PeduliLindungi telah dipindahkan ke Pusat Data Nasional. Migrasi ini meliputi migrasi sistem, layanan aplikasi, dan basis data aplikasi PeduliLindungi. “Migrasi turut dilakukan terhadap sistem aplikasi SiLacak dan sistem aplikasi PCare,” kata pemerintah.
Pemerintah juga berjanji akan mengawasi keseriusan seluruh pengelola dan wali data untuk menjaga keamanan sistem elektronik data pribadi yang dikelola baik secara teknologi, tata kelola, dan sumber daya manusianya.
Terpisah, dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan saat ini kementerian telah menutup basis data para pejabat sensitif yang datanya telah tesebar di publik.
Ia menilai membocorkan data sertifikat vaksin Covid-19 adalah tidak etis dan termasuk bagian dari “intrusi” sistem yang dilarang oleh UU ITE.
“Memanfaatkan data seperti itu, walaupun tahu, secara hukum salah, secara etis salah, itu hak pribadi. Toh kalau kebetulan kita tahu, secara budaya dan hukum kita harus harus menjaga privasi dari yang bersangkutan,” ujar Menkes.
Sementara, mantan Komisioner Ombudsman RI Alvine Lie juga turut berkomentar terkait insiden tersebut di akun Twitter-nya.
“Jangankan data pribadi rakyat kita biasa. Data pribadi presiden saja bocor. Aplikasi PeduliLindungi sudah dijadikan kewajiban bagi rakyat untuk diunduh, isi dan aktifkan. Tapi, tanpa jaminan data kita akan aman dari penyalahgunaan,” tulis Alvin Lie.
“Nama aplikasinya diganti saja, ‘Gak Peduli Gak Dilindungi’,” ia menambahkan.
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai pernyataan Menkes Budi keliru dan diskriminatif jika hanya menutup akses data para pejabat setelah data vaksinasi presiden bocor.
Menurut dia, baik pejabat maupun masyarakat memiliki hak yang sama dalam perlindungan data pribadi. “Ini bisa menimbulkan kecemburuan sosial juga,” tuturnya dikutip dari CNN Indonesia.[]
Share: