
BSSN
BSSN
Cyberthreat.id – Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) merilis buku berjudul “Offline to Online: 75 Tahun Siber dan Sandi Mengabdi” pada Sabtu (28 Agustus 2021).
Buku tersebut mencatat perjalanan panjang badan sandi negara sejak Republik Indonesia terbentuk. Badan ini berganti-ganti namanya karena menyesuaikan perkembangan dan kebutuhan zamannya. Dimulai denga nama Dinas Code, Djawatan Sandi, Lembaga Sandi Negara, dan kini BSSN.
Pada 4 April 1946, Menteri Pertahanan saat itu, Mr. Amir Sjarifuddin, memerintahkan dr. Roebiono Kertopati, seorang dokter kepresidenan di Kementerian Pertahanan Bagian B (bagian intelijen) untuk membentuk badan pemberitaan rahasia yang disebut dengan Dinas Code.
Perintah pembentukan badan tersebut lantaran tiga bulan sebelumnya ibu kota RI pindah dari Jakarta ke Yogyakarta, tepat pada 4 Januari 1946, yang memaksa segala kegiatan berbagai lembaga harus turut berpindah.
“Saat itu operasional Dinas Code menggunakan sistem yang dikenal dengan ‘Buku Code C’ karya dr. Roebiono yang memuat 10.000 sandi berupa kode rahasia, seperti kata, tanda baca, awalan dan akhiran, hingga penamaan dan lainnya,” tulis BSSN dalam siaran persnya yang diterima Cyberthreat.id, Minggu (29 Agustus 2021).
dr. Roebiono membuat enkripsi tersebut menggunakan sistem kode angka secara mandiri. Panduan inilah yang digunakan sebagai komunikasi pemberitaan rahasia antara pemerintah RI di Yogyakarta dengan para pemimpin nasional di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatera serta Jakarta.
Percobaan komunikasi rahasia internasional terjadi ketika Indonesia mengirimkan duta besar untuk India pada 1947. Pada 15 Agustus, untuk kali pertama diterima berita dari perwakilan RI di New Delhi dan sejak itu komunikasi berita rahasia kedua negara berjalan melalui PTT dan RRI yang kemudian meluas dengan perwakilan RI di Singapura, London, Kairo, dan PBB (Lake Success).
Pengasingan Sukarno
Para CDO/Code Officer (sebutan untuk personel sandil) memainkan peran besar ketika komunikasi rahasia dijalan ketika Presiden Sukarno, Wakil Presiden Moh. Hatta dan beberapa menteri ditahan dan diasingkan di Bangka.
Pada 19 Desember 1948, dua hari sebelum Belanda melakukan Agresi Militer II di Yogyakarta, Sukarno memerintahkan pengiriman surat kawat ke Bukit Tinggi. Isinya memerintahkan Mr. Sjarifoeddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat RI (PDRI) di Sumatera. Surat kawat kedua dikirimkan ke Mr. AA Maramis di New Delhi yang memerintahkan pembentukan Exit Government jika PDRI tidak berhasil.
Ternyata, Belanda tahu komunikasi tersebut. Mereka menyerang sarana komunikasi sehingga membuat para CDO menghancurkan segala dokumen, termasuk sejak bagian Badian Code berdiri pada 4 April 1946. “dr. Roebiono bersama seorang CDO pergi ke Jawa Barat, beberapa orang CDO pindah ke sebuah desa kecil di tepi barat Kali Progo di kaki Pegungunan Menoreh yang bernama Dekso, di antaranya Letnan II Soemarkidjo dan Letnan Md. Soedijatmo,” tulis BSSN.
Selama di Dekso, mereka membentuk Bagian Code yang berkedudukan di bawah PHb Angkatan Perang yang dipimpin oleh Mayor Dartodjo. Dari sinilah, persandian bergerak untuk berkomunikasi dengan PDRI, Jawa Barat, dan Playen (Gunung Kidul).[]
Share: