IND | ENG
Begini Kata Kominfo dan Facebook Menyikapi Akun Tokoh atau Artis yang Tak Percaya Covid-19

Facebook | Foto: Pexels

Begini Kata Kominfo dan Facebook Menyikapi Akun Tokoh atau Artis yang Tak Percaya Covid-19
Andi Nugroho Diposting : Jumat, 20 Agustus 2021 - 16:45 WIB

Cyberthreat.id – Tak sedikit akun di media sosial, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram yang menolak atau tak memercayai adanya fakta Covid-19, termasuk mendorong untuk anti vaksinasi.

Pendapat anti Covid-19 seperti itu selain dari kalangan masyarakat biasa, juga ada dari tokoh publik atau artis. Model muda terkenal Anwar Hadid, adik dari Gigi Hadid, misalnya, termasuk salah satu artis yang terang-terangan menolak vaksinasi Covid-19. Tak pelak, pernyataan dirinya pada akhir tahun lalu mendapat hujatan dari warganet.

Di Indonesia, drummer band Superman Is Dead, Jerinx, adalah salah satu sosok yang paling vokal menolak virus corona dan menganggap Covid-19 sebagai bagian konspirasi global. Namun, baru-baru ini, ia akhirnya mendapatkan vaksinasi virus corona.

Selain Jerinx, awal Juli lalu, dr Lois Owien juga sempat membuat heboh di media sosial hingga akhirnya berurusan dengan penegak hukum. Lois yang menyangkal adanya virus corona menyatakan bahwa kematian pasien Covid-19 bukanlah karena virus, tapi efek dari obat yang diberikan kepada pasien.

Lalu, bagaimana respons Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Facebook, raksasa media sosial asal AS, menyikapi akun-akun tokoh publik/artis yang menolak Covid-19?

Koordinator Pengendalian Konten Internet Kementerian Kominfo, Anthonius Malau, mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang menjamin warganya bebas berpendapat atau berekspresi sesuai dengan undang-undang. Oleh karena itu, menurut dia, boleh-boleh saja menolak adanya Covid-19 atau antivaksin.

“Itu hak dia, tapi jangan pernah coba memengaruhi masyarakat untuk menolak program pemerintah (vaksinasi) ini,” ujar Anthonius ketika menjawab pertanyaan Cyberthreat.id dalam sedaring bertajuk “Edukasi Misinformasi COVID-19” yang digelar Kemenkominfo, Jumat (20 Agustus 2021).

Menurut Anthonius, jika ada seseorang yang karena pendapatnya tersebut menyebabkan orang lain sakit atau meninggal dunia karena tak mau divaksin Covid-19, “Kalau bisa dibuktikan [orang yang meninggal itu] gara-gara [terpengaruh oleh pendapat antivaksin, red] orang tersebut, artinya ia termasuk orang yang turut serta ‘membunuh’ orang juga,” tuturnya.

Terhadap orang-orang yang menolak vaksinasi, ia hanya berpesan “Jangan mengajak orang untuk menolak kebenaran yang disampaikan bahwa vaksin itu berguna. Kalau dia menolak vaksin itu hak asasi, karena memang ada kelompok masyarakat yang menolak vaksin, jangankan vaksin Covid-19, menolak vaksin lain juga ada karena keyakinannya. Itu sah-sah saja,” ujar Antohonius.

Sementara Kepala Kebijakan Misinformasi Facebook Asia Pasifik, Alice Budisatrijo, mengatakan, perusahaan tak pandang bulu dalam menyikapi terhadap akun-akun yang dinilai melanggar aturan platform, baik itu tokoh publik, artis, politisi, atau siapa saja.

“Jika melanggar aturan, kami takedown kontennya. Tapi, seringkali yang terjadi adalah definisi misinformasi yang sangat kompleks,” ujar dia.

Ia mencontohkan unggahan di Facebook dari seseorang yang bercerita tentang anggota keluarganya yang mengalami sakit parah sehabis divaksin. Apakah ungahan seperti ini bisa disebut misinformasi atau tidak? “[Unggahan seperti] ini seringkali memicu perdebatan, tapi dari aturan Facebook, ini masih diperbolehkan karena itu membagikan pengalaman pribadi dan keadaannya memang seperti itu,” ujar Alice.

Jika unggahan itu, misalnya, dicurigai sebagai cerita palsu, maka akan dicek oleh tim pemeriksa fakta Facebook sehingga jika ada konten seperti itu dibagikan berulang, akan diberi label informasi palsu.

Hal itu bisa menjadi masalah jika unggahan cerita “sakit sehabis vaksin” tersebut ditambahi informasi bahwa “ini bukti bahwa vaksin itu bahaya dan membunuh orang. kita jangan vaksin”. Menurut Alice, sesuai aturan Facebook, informasi seperti ini telah melanggar kebijakan platform.

“Seringkali ini yang menjadi perdebatan di masyarakat. Karena timbul persepsi, bahwa ‘misinformasi di mana-mana dan tidak ditindak oleh platform’. Padahal sebenarnya banyak nuansa, karena pendekatan kami berbeda-beda,” tutur Alice.

Beda misinformasi dan disinformasi

Di acara tersebut, Alice juga menjelaskan bahwa misinformasi adalah hal yang kompleks, terus berubah, dan tidak ada satu solusi tunggal yang dapat menyelesaikannya. Inilah yang mendorong Facebook, kata dia, terus berkonsultasi dengan para ahli serta mengembangkan program pemeriksaan fakta, serta meningkatkan kapabilitas teknis internal platform.

Secara definisi misinformasi berbeda dengan disinformasi. “Misinformasi adalah sebuah informasi yang salah, yang seringkali disebarkan secara tidak sengaja. Konten dibagikan secara individual dan bukan merupakan bagian dari upaya terkoordinasi untuk menyesatkan atau menipu orang,” kata Alice.

Sementara, “Disinformasi mengacu pada aktivitas berbagi konten dengan maksud yang disengaja untuk menyesatkan sebagai bagian dari kampanye manipulasi atau operasi informasi,” Alice menambahkan.

Penyebaran disinformasi, menurut dia, dilakukan secara terkoordinasi dan dapat melibatkan penggunaan akun palsu. “Kami tidak menoleransi aktivitas ini dan menghapus akun pelaku beserta kontennya segera setelah kami menemukannya,” kata dia.

Selama setahun terakhir, terhitung sejak Maret 2020, Facebook telah menutup 20 juta konten yang melanggar kebijakan platform terkait dengan misinformasi Covid-19.

“Kami menghapus misinformasi tentang Covid-19 yang dapat memicu cedera fisik termasuk klaim palsu tentang obat, perawatan, ketersediaan layanan penting, lokasi atau tingkat keparahan dari penyebaran COVID-19. Kami juga menghapus klaim palsu sehubungan dengan vaksin Covid-19 yang telah dibantah atau tidak disertai dengan bukti, seperti klaim palsu tentang keamanan, kemanjuran, bahan, atau efek samping vaksin Covid-19,” ujarnya.[]

#hoaks   #viruscorona   #teorikonspirasi   #wuhan   #covid-19   #misinformasi   #disinformasi

Share:




BACA JUGA
Jaga Kondusifitas, Menko Polhukam Imbau Media Cegah Sebar Hoaks
Menteri Budi Arie Apresiasi Kolaborasi Perkuat Transformasi Digital Pemerintahan
Butuh Informasi Pemilu? Menteri Budi Arie: Buka pemiludamaipedia!
Agar Tak Jadi Korban Hoaks, Menkominfo: Gampang, Ingat BAS!
Menkominfo Imbau Platform Digital Aktif Tekan Sebaran Konten Negatif PemiluĀ