IND | ENG
WhatsApp Masih Merajai Aplikasi Pesan Daring, Telegram Menyodok di Peringkat Ke-7

Telegram | Foto: Freepik.com

WhatsApp Masih Merajai Aplikasi Pesan Daring, Telegram Menyodok di Peringkat Ke-7
Andi Nugroho Diposting : Senin, 16 Agustus 2021 - 10:44 WIB

Cyberthreat.id – Aplikasi pesan daring, Telegram, kini telah berusia delapan tahun sejak pertama kali muncul di App Store pada 14 Agustus 2013. Di tahun yang sama, aplikasi kemudian dirilis di sistem operasi Android.

Di tahun pertama, Telegram diunduh sekitar 100.000 pengguna aktif, tapi awal Januari 2021, platform mengklaim telah diunduh lebih dari 500 juta pengguna aktif bulanan. (Baca: Pengguna Aktif Telegram Lampaui 500 Juta, Kontribusi Lonjakan Terbesar dari Asia)

Menurut survei yang diterbitkan Nikkei pekan lalu, Telegram menjadi aplikasi ke-7 yang paling banyak diunduh di seluruh dunia pada tahun lalu. Posisi tersebut lebih baik dibandingkan Likee, Pinterest, dan Twitter yang masing-masing di urutan 8-10. Sementara, di urutan pertama hingga keenam, antara lain TikTok, Facebook, WhatsApp, Instagram, Facebook Messenger, dan Snapchat.

Jika di level Asia, Facebook merajai sebagai aplikasi paling banyak diunduh, lalu diikuti TikTok, WhatsApp, Instagram, dan Facebook Messenger. Telegram berada di peringkat ke-7, kalah dengan Snapchat, tapi masih lebih baik dari Truecaller dan Likee. Aplikasi pesan daring lain, seperti Signal tidak masuk dalam peringkat baik global maupun Asia.

“Ini tidak mengherankan, selama beberapa tahun terakhir, Telegram telah menjadi aplikasi pesan paling kaya fitur dan ramah pengguna di dunia,” tutur CEO Telegram, Pavel Durov, di saluran Telegram-nya, Sabtu (14 Agustus 2021). mengomentari posisi platformnya secara global.

Awal tahun ini, Telegram mendapatkan durian runtuh karena imbas kebijakan privasi platform pesaingnya, WhatsApp. Banyak pengguna WhatsApp yang tak sepakat dengan kebijakan privasi itu—karena meminta data pengguna untuk dibagikan ke Facebook dan anak perusahaan lain—memutuskan untuk beralih ke aplikasi lain yaitu Telegram dan Signal.

Telegram ini memiliki kekurangan yakni tidak mendukung enkripsi end-to-end (E2E) untuk percakapan biasa. Namun, platform menyediakan obrolan rahasia atau secret chats yang mendukung E2E. Dengan kata lain, percakapan biasa Anda dapat dibaca oleh server perusahaan karena tidak dilindungi E2E.

“Jika seseorang di luar daftar kontak Anda menulis kepada Anda dan, katakanlah, bertanya apakah Anda menjual ganja, obrolan Anda tidak lagi aman. Grup dan saluran Telegram juga tidak dienkripsi secara default. Jika Anda menemukan grup atau saluran dengan mencari kata kunci di mesin telusur aplikasi, kemungkinan komunikasi Anda tidak aman,” tulis Vice.com.

Untuk melindungi data yang “tidak tercakup oleh enkripsi end-to-end, perusahaan mengklaim memakai infrastruktur terdistribusi. “Data obrolan cloud disimpan di beberapa pusat data di seluruh dunia yang dikendalikan oleh berbagai badan hukum yang tersebar di berbagai yurisdiksi,” tutur Telegram di situs webnya.

“Kunci dekripsi yang relevan dipecah menjadi beberapa bagian dan tidak pernah disimpan di tempat yang sama dengan data yang dilindungi. Akhirnya, beberapa perintah pengadilan dari yurisdiksi berbeda diperlukan untuk memaksa kami menyerahkan data apa pun.”

“Berkat struktur ini, kami dapat memastikan bahwa tidak ada satu pun pemerintah atau blok negara yang berpikiran sama dapat mengganggu privasi dan kebebasan berekspresi rakyat,” tulis perusahaan.[]

#telegram   #keamanandanprivasi   #panggilanvideogrup   #pesandaring

Share:




BACA JUGA
Gunakan Bot Telekopye Telegram, Penjahat Siber Membuat Phishing Scams Skala Besar
Jutaan Orang Terinfeksi Spyware Tersembunyi dalam Aplikasi Telegram Palsu di Google Play
Spyware Android BadBazaar Targetkan Signal dan Pengguna Telegram
Telekopye, Bot Telegram Terbaru yang Mendukung Penipuan Phishing Skala Besar
Pengadilan Brasil Perintahkan Operasional Telegram Disetop