
CEO NSO Israel, Shalev Hulio | Foto via Times of Israel
CEO NSO Israel, Shalev Hulio | Foto via Times of Israel
Cyberthreat.id - CEO dan salah satu pendiri NSO Israel, Shalev Hulio, menduga Gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) -- gerakan global yang melawan pendudukan Israel atas Palestina -- mungkin berada di balik investigasi 17 media internasional yang menyorot penggunaan spyware Pegasus untuk memata-matai jurnalis, politisi, dan aktivis hak asasi manusia di seluruh dunia. Ia juga menyebut nama Qatar.
Hulio menyebutkan konspirasi itu dalam sebuah wawancara dengan Israel Hayom, surat kabar harian sayap kanan gratis yang didanai oleh maestro kasino Sheldon Adelson, yang meninggal awal tahun ini.,
"Sepertinya seseorang memutuskan untuk menginjak kepala kami," kata Hulio. “Ada serangan terhadap [industri siber Israel] secara umum. Lagi pula, ada begitu banyak perusahaan intelijen siber di dunia, tetapi semua orang hanya fokus pada orang Israel. Untuk membuat konsorsium jurnalis dari seluruh dunia seperti ini dan membawa Amnesti (mitra kunci dalam penyelidikan)— sepertinya ada pihak yang bermain di sini," kata Hulio dalam wawancara yang ditayangkan pada 22 Juli 2021.
Ketika ditanya tangan siapa sebenarnya yang bermain, Hulio menjelaskan:
"Saya percaya bahwa pada akhirnya itu adalah Qatar atau BDS atau keduanya," katanya. "Pada akhirnya selalu entitas yang sama. Saya tidak ingin terdengar sinis sekarang, tetapi ada orang-orang yang tidak ingin [Israel] mengimpor es krim atau mengekspor teknologi."
Hulio mengacu pada keputusan Ben and Jerry baru-baru ini untuk tidak menjual es krimnya di wilayah pendudukan Israel setelah bertahun-tahun BDS memperjuangkannnya.
Hulio juga mengatakan bukan sebuah kebetulan penyedilikan tentang perusahaannya terjadi di waktu yang sama dengan perusahaan mata-mata Israael lain seperti Cellebrite (yang ditantang oleh kelompok hak digital ketika mencoba untuk go public), dan publikasi penyelidikan tentang Candiru, perusahaan pengawasan Israel yang lain.
"Tidak logis bahwa ini semua terjadi sekaligus," katanya.
BDS adalah gerakan global yang luas, dipimpin oleh tokoh-tokoh Palestina, yang memperjuangkan hak asasi manusia Palestina dengan meniru gerakan anti-apartheid di Afrika Selatan. Gerakan ini difitnah di kalangan sayap kanan di Israel dan AS, yang telah mengesahkan undang-undang anti-BDS.
Seperti diberitakan sebelumnya, penyelidikan konsorsium jurnalis internasional bersama Amnesty Internasional mengungkapkan bahwa spyware Pegasus yang dikembangkan NSO telah menargetkan sekitar 50 ribu nomor telepon milik politisi, eksekutif bisnis, jurnais, dan aktivis hak asasi manusia dari seluruh dunia sejak 2016.
Beberapa nama dalam daftar itu diketahui telah meninggal dibunuh, termasuk jurnalis Meksiko Cecilio Pineda yang tewas ditembak sekelompok orang pada 2017. Pembunuhan jurnalis senior Arab Saudi Jamal Khashoggi pada 2018 juga disebut-sebut terjadi setelah ponselnya disadap menggunakan Pegasus.
"Grup NSO Israel sekarang terekspos ke dunia sebagai orang yang sangat terlibat dalam kejahatan yang sangat serius dan pelanggaran hak asasi manusia berat di seluruh dunia, sehingga diharapkan putus asa untuk menangkis dengan mengarang teori konspirasi yang menyedihkan," kata satu pendiri BDS Omar Barghouti kepada Motherboard.
"Spyware Israel dan teknologi militer diuji lapangan pada penduduk asli Palestina di bawah pendudukan Israel dan apartheid dan kemudian diekspor ke dunia sebagai alat represi dan kejahatan perang.Sudah saatnya dunia meminta pertanggungjawaban apartheid Israel, seperti dulu apartheid Afrika Selatan, dan bukan hanya untuk Palestina tetapi juga demi perdamaian dan keadilan dunia,” tambah Omar.
Amnesty dan Hulio tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Dalam wawancara dengan Israel Hayom, Hulio mengklaim NSO memiliki proses ketat saat menyeleksi negara mana yang diizinkan memakai produknya. Dia bilang, perusahaan membatasi berapa banyak target yang dapat dilacak klien dan di wilayah mana. Selain itu, kata Hulio, kliennya terikat perjanjian kuat yang dengan jelas menyatakan siapa yang dapat dan tidak dapat dilacak oleh klien, dan kontrak akan diputuskan jika klien melanggar perjanjian. Dia mengatakan NSO telah membatalkan kontrak dengan lima klien dalam beberapa tahun terakhir.
Ketika dimintai jawaban tentang bagaimana NSO dapat mengatakan bahwa teknologinya tidak disalahgunakan oleh pemerintah jika NSO tidak dapat melihat siapa yang dimata-matai oleh pemerintah tersebut, Hulio menangkis.
"Saya tidak mengerti," katanya. "Mercedes menjual mobil, dan kemudian dikemudikan oleh pengemudi mabuk yang membunuh seseorang. Apakah ada yang menyalahkan Mercedes? Jika orang memiliki keluhan, mereka harus pergi ke pemerintah yang memata-matai jurnalis dan mengklaim bahwa mereka melanggar hak asasi manusia," kata Hulio.
Dalam wawancara itu, Hulio juga mengatakan seorang orang hanya berfokus pada produk mata-mata Israel. Faktanya, dalam 10 tahun terakhir, para peneliti di lembaga nirlaba seperti Amnesty atau Citizen Lab, serta perusahaan keamanan siber seperti Lookout dan Kaspersky Lab, telah menerbitkan laporan tentang pesaing NSO: Hacking Team Italia, FinFisher Jerman, Wolf Intelligence hasil kerja sama India-Jerman, dan banyak lainnya. Laporan-laporan itu mendapat perhatian besar dari media massa.
Menyalahkan pemerintah asing adalah strategi umum yang biasa dilakukan pemimpin perusahaan yang menjual spyware ke badan penegak hukum dan intelijen di seluruh dunia. Pada 2015, ketika seorang peretas anarkis masuk ke server Hacking Team dan membocorkan semua rahasianya secara online, CEO perusahaan menyalahkan peretas yang bekerja untuk pemerintah yang tidak disebut namanya, sebelum dia berubah pikiran dan menyalahkan mantan karyawannya. Jaksa Italia tidak menemukan bukti bahwa mantan karyawan terlibat dengan cara apa pun, tidak ada yang memiliki bukti bahwa peretas bekerja atas nama agen mata-mata pemerintah, dan peretas masih buron.
Tanggapan NSO terhadap cerita yang diterbitkan oleh konsorsium 17 media yang bekerja sama dengan Amnesty International dan lembaga nirlaba Prancis Forbidden Stories juga berubah-ubah dalam beberapa hari terakhir.
Pada hari Rabu, agensi pers NSO mengatakan dalam email kepada wartawan bahwa perusahaan tidak akan lagi menjawab pertanyaan tentang pengungkapan proyek Pegasus. Namun, Forbes menerbitkan sebuah wawancara dengan Hulio pada hari Kamis, dan Israel Hayom juga menerbitkannya pada hari yang sama.[]
Berita terkait:
Share: