
Talkshow bertajuk "Peluncuran Program Literasi Digital Nasional" ditayangkan di saluran YouTube Kemkominfo TV, Kamis (20 Mei 2021). | Foto: Tangkapan layar Cyberthreat.id/Tenri Gobel
Talkshow bertajuk "Peluncuran Program Literasi Digital Nasional" ditayangkan di saluran YouTube Kemkominfo TV, Kamis (20 Mei 2021). | Foto: Tangkapan layar Cyberthreat.id/Tenri Gobel
Cyberthreat.id – Ruang siber memungkinkan siapa saja menjadi pembuat, pembaca, dan pembagi konten.
Hal tersebut yang membuat masyarakat menghadapi banjirnya informasi. Tak heran, hoaks dan disinformasi dengan mudah tersebar di masyarakat.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Semuel Abrijani Pangerapan, mengingkatkan agar saat ingin menulis atau menyebarkan informasi, masyarakat harus mengedepankan rasionalitas dan menjunjung etika.
"Jangan reaktif [terhadap segala informasi, red]," ujarnya dalam talkshow "Peluncuran Program Literasi Digital Nasional" ditayangkan di saluran YouTube Kemkominfo TV, Kamis (20 Mei 2021).
"Kalau percaya ada malaikat pencatat amal baik dan buruk, itu ada beneran di [internet]. Artificial intelligence (AI) itu bisa baca kamu ngapain saja, nilai positif dan negatifnya berapa, bisa baca," katanya.
Pakar teknologi informasi, Prof Eko Indrajit, mengatakan jejak digital itu nyata dan banyak pengguna yang menyesal karena tidak bisa menghapusnya. Untuk itu, masyarakat tidak boleh cepat-cepat mengunggah sesuatu di internet jika kondisinya sedang sangat marah.
“Karena biasanya [unggahan saat sedang marah, red], itu tidak rasional,” ujar dia yang mengingatkan agar berkarya yang baik-baik di ruang digital.
Sementara itu, Ketua Siberkreasi, Anita Wahid, mengatakan, masyarakat boleh saja menuangkan hal negatif di media sosial, tapi ada pengecualian. Siberkreasi adalah gerakan literasi digital di bawah Kemenkominfo, salah satu program di Dirjen Aptika Kemenkominfo.
"Sebenarnya bukannya tidak boleh ngomongin hal yang negatif, bukannya harusnya positif terus. Kadang-kadang ada di dalam keseharian kita hal-hal negatif yang memang perlu dibahas dan dibantu dengan menggunakan teknologi digital," ujarnya.
Anita mencontohkan dengan kemudahan teknologi digital masyarakat dapat mengajukan keberatan ketika ada jalan raya rusak. "Itu kan bisa kita lakukan. Tetapi, melakukannya tidak boleh dengan cara negatif, gitu," tutur Anita.
Anita mengatakan isu negatif bisa diangkat bersama-sama dengan semangat ingin menjadikannya positif. "Bukan buat maki-maki pemda. Bukan itu, tetapi untuk melakukan perubahan sehingga menjadi positif," ujar dia.
Media sosial itu, kata dia, tidak berbeda dengan kehidupan di luar jaringan. Ia menggambarkan apa yang dilakukan di media sosial, seperti riwayat hidup atau portofolio yang bisa dilihat oleh orang lain.
"Orang salah melihat, bahwa media sosial seperti ruang pribadi, tapi lupa yang melihat [status di medsos, red] seluruh dunia, [medsos] dianggap sebagai [buku] diary, curhat pribadi tersebar di seluruh dunia," ujarnya.
Anita berharap warganet Indonesia menciptakan kultur saling hormat dan saling jaga, serta saling berkreasi bersama-sama hingga membuat masyarakat tetap bersatu.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Share: