IND | ENG
Penyalur Migas Alami Serangan Siber,  Presiden AS Instruksikan Perketat Keamanan

Presiden Amerika Serikat Joe Biden | Foto via Analyticsinsight.net

Penyalur Migas Alami Serangan Siber, Presiden AS Instruksikan Perketat Keamanan
Yuswardi A. Suud Diposting : Sabtu, 15 Mei 2021 - 11:04 WIB

Cyberthreat.id - Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah menandatangani perintah eksekutif yang menyerukan lembaga pemerintahan di negara itu memperketat keamanan siber. Perintah eksekutif itu menyusul serangan siber yang dialami Colonial Pipeline, perusahaan penyalur minyak dan gas bumi di sejumlah negara bagian di sepanjang pantai timur Amerika.

Seperti dilaporkan BBC (Jumat, 14 Mei 2021), perintah eksekutif yang diteken pada 12 Mei lalu itu menyerukan lembaga pemerintahan untuk menerapkan sejumlah prinsip dalam keamanan siber, di antaranya: menerapkan sistem login identifikasi multi faktor dalam 180 hari, mempercepat migrasi ke framework "cloud" dan menerapkan prinsip keamanan "zero trust", menetapkan "data tidak rahasia" mana yang terlalu sensitif untuk disimpan dalam jaringan biasa, dan mengevaluasi pemasok perangkat lunak kritis.

Perintah eksekutif itu juga menekankan kepada  perusahaan keamanan siber swasta untuk meningkatkan pertahanan mereka sendiri dan lebih transparan tentang kapan mereka diserang. Vendor keamanan dunia maya diharuskan melaporkan gangguan dalam 72 jam setelah terdeteksi.

Pemerintahan Joe Biden menghadapi serangan siber bertubi-tubi sejak dia terpilih menggantikan Donald Trump dalam pemilu November 2020 lalu.

Pada Desember 2020, terjadi serangan siber yang menargetkan jantung pemerintah AS, ketika peretas berhasil menyusup ke jaringan email berbagai lembaga pemerintah AS setelah merusak perangkat lunak milik SolarWinds yang dipakai oleh sebagian besar lembaga pemerintah di sana. Itu adalah salah satu serangan siber terburuk dalam sejarah, yang diyakini sebagai bagian dari aksi spionase siber. Otoritas AS dan Inggris menuding Rusia sebagai pelakunya.

Pada bulan Maret, giliran server email Microsoft Exchange yang diserang. Akibatnya, puluhan ribu sistem email perusahaan swasta bisa disusupi. Serangan ini diduga dilakukan oleh geng kriminal yang berafiliasi dengan negara China.

Dan sekarang, giliran perusahaan penyalur minyak dan gas bumi yang menjadi sasaran. Serangan itu menghentikan aliran migas ke sejumlah negara bagian di sepanjang pesisir timur Amerika.  Serangan ini disebut-sebut dilakukan oleh geng kriminal yang berbasis di Rusia dan mengoperasikan ransomware DarkSide untuk mencuri data dan mengunci sistemnya. Peretas menuntut sejumlah uang tebusan untuk membuka kembali sistem yang disandera.

Colonial Pipeline dilaporkan telah kembali berangsur beroperasi kembali sejak Rabu lalu. Namun, laporan Bloomberg menyebutkan, berdasarkan pernyataan tiga sumber anonim, pihak perusahaan diduga telah memenuhi permintaan peretas untuk membayar uang tebusan senilai hampir US$ 5 juta atau setara Rp71,6 miliar. Colonial belum berkomentar terkait pembayaran tebusan ke peretas.

Pada hari Kamis, Presiden Joe Biden meminta orang Amerika yang kekurangan bensin untuk tidak panik dengan menimbun BBM. Dia meminta warganya bersabar menunggu Colonial Pipeline kembali beroperasi penuh.  

"Saya ingin memperjelas - kita tidak akan merasakan efeknya segera," kata Biden dalam sambutan dari Gedung Putih dan disiarkan di televisi nasional seperti dikutip ABC News, Jumat (14 Mei 2021).

"Ini tidak seperti menyalakan tombol lampu. Panjang pipa ini 5.500 mil," tambahnya.

Biden mengatakan bahwa dia mengharapkan untuk melihat "wilayah demi wilayah kembali normal" mulai akhir pekan ini dan awal pekan depan.

"Jangan panik," katanya. "Saya tahu melihat antrean di pompa atau pompa bensin tanpa bahan bakar bisa sangat menegangkan. Tapi ini situasi sementara. Jangan mendapatkan bensin lebih dari yang Anda butuhkan dalam beberapa hari ke depan… Panic buying hanya akan memperlambat prosesnya. "

Akibat dari gangguan itu, situs GasBuddy mencatat, lebih dari 50 persen pompa bensin kehabisan pasokan di South Carolina, North Carolina, Virginia dan Washington, D.C.

Biden juga menegaskan tidak ada bukti bahwa pemerintah Rusia berada di balik serangan itu, tetapi mereka yang terlibat "tinggal di Rusia."

"Kami telah melakukan komunikasi langsung dengan Moskow tentang keharusan bagi negara-negara yang bertanggung jawab untuk mengambil tindakan tegas terhadap jaringan ransomware ini. Kami juga akan melakukan tindakan untuk mengganggu kemampuan mereka beroperasi," kata Biden.[]

#colonialpipeline   #serangansiber   #keamanansiber

Share:




BACA JUGA
Seni Menjaga Identitas Non-Manusia
Indonesia Dorong Terapkan Tata Kelola AI yang Adil dan Inklusif
SiCat: Inovasi Alat Keamanan Siber Open Source untuk Perlindungan Optimal
BSSN Selenggarakan Workshop Tanggap Insiden Siber Sektor Keuangan, Perdagangan dan Pariwisata
Pentingnya Penetration Testing dalam Perlindungan Data Pelanggan