IND | ENG
Jepang dan Indonesia Mulai Gunakan Face Recognition

Ilustrasi via Aljazeera.com

Jepang dan Indonesia Mulai Gunakan Face Recognition
Oktarina Paramitha Sandy Diposting : Senin, 05 April 2021 - 18:30 WIB

Cyberthreat.id – Berbagai negara mulai menggunakan teknologi pengenalan wajah (face recognition) untuk mempermudah proses identifikasi dan pengenalan untuk beberapa layanan.

Jepang, misalnya, mulai menggunakan sistem face recognition untuk membantu proses check-in dan boarding di bandara Narita dan Haneda. Sementara Indonesia menggunakan face recognition untuk keperluan tilang elektronik.

Seperti diberitakan Japan Today pada Minggu (4 April 2021), NEC Corporation mengumumkan operator Bandara Internasional Narita (NRT), Narita International Airport Corporation (NAA), dan operator Bandara Internasional Tokyo (Bandara Haneda, HND), Tokyo International Air Terminal Corporation (TIAT), akan memulai uji coba teknologi yang disebut Face Express.

NEC Corporation merupakan sebuah perusahaan teknologi informasi multi-nasional yang menyediakan teknologi pengenalan wajah yang berkantor pusat di Minato, Tokyo, Jepang.

Face Express merupakan prosedur boarding baru untuk penerbangan keberangkatan internasional menggunakan teknologi pengenalan wajah, memanfaatkan sistem pengenalan wajah yang dimiliki oleh portofolio teknologi otentikasi biometrik canggih NEC, Bio-IDiom, dan menampilkan presisi yang dinilai paling akurat.

Menurut NEC Corp, Face Express akan memungkinkan penumpang mengakses dan melanjutkan prosedur di bandara (check-in, penyerahan bagasi, pintu masuk pos pemeriksaan keamanan, gerbang boarding, dll) tanpa menunjukkan paspor dan boarding pass dengan mendaftarkan gambar wajah mereka. Kedua bandara tersebut akan memulai uji coba dan akan meluncurkan layanan tersebut pada Juli.

“Ini akan mencapai prosedur yang mulus dan, karena tanpa kontak, akan mengurangi risiko infeksi yang ditimbulkan oleh kontak dari orang ke orang,” kata NEC Corp.

Sementara di Indonesia, teknologi facial recognition digunakan dalam sistem tilang elektronik atau Elektronic Traffic Law Enforcement (ETLE) Nasional.

Teknologi ini mampu mendeteksi pelanggaran lalu lintas, kasus kecelakaan dan tindak kriminalitas di jalan raya. Nantinya sistem ETLE terintegrasi dari Polres, Polda hingga Korlantas Polri.

ETLE Nasional ini, ini dapat menindak 10 pelanggaran lalu lintas diantaranya pelanggaran di lampu lalu lintas, marka jalan, ganjil genap, menggunakan ponsel saat mengemudi, melawan arus, tidak menggunakan helm, keabsahan STNK, tidak menggunakan sabuk pengaman dan pelanggaran pembatasan jenis kendaraan tertentu.

Sayangnya, tidak dijelaskan bagaimana facial recognition pada sistem ETLE ini bekerja, dan bagaimana pihak kepolisian mengumpulkan data – data yang digunakan dalam penggunaan facial recognition di sistem ETLE tersebut.

Pro dan Kontra Penggunaan Facial Recognition
Di balik kemudahan yang ditawarkan, penggunaan teknologi pengenalan wajah juga memunculkan kontroversi, terutama setelah terjadinya bias rasial yang menyebabkan penembakan George Floyd yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Hal ini juga menyebabkan raksasa teknologi seperti Amazon, Microsoft, dan IBM memilih untuk mempertimbangkan kembali pendirian mereka dalam pengembangan dan penjualan teknologi pengenalan wajah.

Dikutip dari IT Pro, Inggris bahkan telah melarang penggunaan face recognition khususnya untuk tujuan penegakan hukum.

Ada beberapa alasan mengapa face recognition digunakan, seperti misalnya membantu menemukan orang hilang, melindungi bisnis dari pencurian, memperkuat langkah-langkah keamanan, mengurangi jumlah titik kontak fisik, mempermudah menemukan foto di cloud, meningkatkan perawatan medis dan mempercepat deteksi kelainan genetik.

Sementara itu, untuk kontra penggunaan teknologi ini adalah karena teknologi ini dianggap mengancam privasi masyarakat dan membatasi kebebasan pribadi. Belum lagi masalah keamanan data karena adanya kekhawatiran tentang penyimpanan data pengenalan wajah, karena database ini berpotensi dibobol.

Selain itu masalah teknologi yang tidak sempurna dan adanya bias teknologi dianggap menjadi salah satu masalah karena dapat menyebabkan orang yang tidak bersalah dituntut terkait dengan penegakan hukum. (Lihat: Kisah Pria yang Menggugat Polisi karena Kesalahan Teknologi Pengenal Wajah Hampir Menghancurkan Hidupnya).[]

Editor: Yuswardi A. Suud

#facerecognition   #pengenalanwajah   #

Share:




BACA JUGA
Demokratisasi AI dan Privasi
Seni Menjaga Identitas Non-Manusia
Luncurkan Markas Aceh, Wamen Nezar Dorong Lahirnya Start Up Digital Baru
Awas, Serangan Phishing Baru Kirimkan Keylogger yang Disamarkan sebagai Bank Payment Notice
Wujudkan Visi Indonesia Digital 2045, Pemerintah Dorong Riset Ekonomi Digital