IND | ENG
Dunia Dilanda Krisis Chipset, Industri Ponsel dan Otomotif Ketar-ketir

Ilustrasi Chipset buatan Qualcomm untuk ponsel

Dunia Dilanda Krisis Chipset, Industri Ponsel dan Otomotif Ketar-ketir
Yuswardi A. Suud Diposting : Jumat, 19 Maret 2021 - 08:55 WIB

Cyberthreat.id - Dunia sedang dilanda krisis chipset alias semikonduktor. Sektor yang paling terpukul adalah industri ponsel, komputer, dan otomotif.   

Chipset saat ini dipakai di hampir semua perangkat elektronik, dari laptop, ponsel, hingga sensor rem mobil. Bisa dibilang, chipset adalah "otak" yang menentukan kemampuan sebuah perangkat. Pada ponsel, misalnya, chipset bertugas sebagai penghubung antara hardware dan software agar ponsel bisa berjalan seperti diinginkan: mengatur pemrosesan data, grafis, kamera, modem, dan lainnya.

Di industri ponsel, produsen utama chipset diantaranya adalah Qualcomm di Amerika Serikat, Media Tek di Taiwan, Spreadtrum di China, dan lainnya. Selain itu, beberapa produsen ponsel seperti Samsung dan Apple membuat chipset sendiri.  

Pada Kamis (18 Maret 2021), asosiasi semikonduktor China yakni Semiconductor Manufacturing International Corp (SMIC) mengatakan saat ini dunia mengalami krisis chip yang tidak terduga.

"Jika anda pemain yang berpengalaman, Anda akan ingat pada 1999 lalu ada krisis serupa di industri ini, tepi lebih kecil," kata Ketua SMIC, Zhu Zixue, dikutip dari Reuters.

Pandemi virus corona menyebabkan rantai pasokan terganggu hingga berakibat pada kekurangan chip untuk industri teknologi.

Semula, krisis chip ini hanya dialami industri otomotif, namun, akhirnya melebar ke sektor lain termasuk perangkat elektronik.

"Kita harus mempererat kerja sama, memberi lebih banyak perhatian untuk inovasi. Hanya dengan demikian industri kita bisa mengontrol tantangan yang sedang kita alami," kata Zhou.

China merupakan negara terbesar pemborong semikonduktor, namun, produksi dalam negeri masih sedikit. Penjualan semikonduktor di China tumbuh 17,8 persen pada 2020, senilai US$ 137 juta dibanding tahun sebelumnya.

Di Amerika Serikat, produsen chipset Qualcomm juga ketar-ketir. Pekan lalu, Qualcomm mengumumkan mengalami krisis luar biasa.

"Kami mengalami krisis luar biasa dalam rantai pasokan Chip. Kekurangan ini memengaruhi segalanya, dan tentu saja berdampak pada ponsel," kata CEO Qualcomm Cristiano Amon pada 9 Maret lalu, seperti dilansir dari Phone Arena.

Amon memperkirakan, krisis ini akan berlanjut hingga akhir 2021 jika tidak ada upaya khusus untuk menanggulanginya.

Perseteruan antara China dan Amerika Serikat, tak bisa ditampik, menjadi salah satu penyebab krisis ini. Amerika diketahui telah memasukkan sejumlah perusahaan produsen semikonduktor China dalam daftar hitam, dengan tudingan telah mencuri kekayaaan intelektual Amerika.

Komisi Keamanan Nasional untuk Kecerdasan Buatan AS (NSCAI), baru-baru ini merekomendasikan Kongres untuk memperketat ekspor teknologi pembuatan chip, untuk mencegah China menyalip Amerika dalam industri semikonduktor di masa depan.

Chip semacam itu digunakan dalam teknologi pengawasan seperti pengenalan wajah, yang kini digunakan Cina secara masif.

"China cukup agresif mempromosikan otoritarianisme di seluruh dunia," kata seorang pejabat NSCAI kepada Reuters, Senin (1/3/2021)

Pemerintah AS juga diminta segera berkoordinasi dengan Jepang dan Belanda untuk membatasi izin ekspor alat pembuat chip canggih ke China. Selain itu, panel juga merekomendasikan peningkatan produksi chip besar-besaran.   

Presiden AS Joe Biden menyambutnya dengan menyediakan dana revitalisasi industri chip senilai US$37 miliar (setara Rp533 triliun). Dana itu akan digelontorkan kepada produsen chip, termasuk Qualcomm.

Stimulus ini diyakini akan memacu pembangunan pabrik chip serta menguntungkan pembuat peralatan di Amerika Serikat. “Strategi perlindungan utama kami adalah bergerak lebih cepat daripada industri chip Cina,” kata pejabat NSCAI.

Masalahnya, Qualcomm juga memproduksi chip di luar Amerika. Itu artinya, untuk mendirikan pabrik baru di luar negeri tentu tidak bisa diwujudkan dalam waktu singkat.

Industri Otomotif Terganggu
Kekurangan chipset juga melanda produsen mobil secara global. Itu diakibatkan adanya pertarungan para produsen otomotif yang menginginkan banyak fitur canggih di dalamnya utuk memberikan kepuasan kepada pelanggan.

Di Eropa, krisis chip menyebabkan produsen mobil Volvo asal Swedia harus menghentikan produksi  di China dan Amerika Serikat pada pertengahan Maret ini.

"Kami memperkirakan situasi menjadi kritis selama kuartal kedua dan oleh karena itu memutuskan utuk mengambil langkah meminimalkan dampak pada produksi sambil bekerja setiap hari untuk memperbaiki situasi," kata Volvo Cars dalam pernyataan melalui email seperti dikutip Reuters, Kamis (18 Maret 2021).

"Volvo Cars akan menghentikan sementara atau menyesuaikan produksi di beberapa pabrik mobil di Amerika Serikat dan China selama bulan Maret," katanya.

Bulan lalu, Volvo mengatakan sejauh ini tidak kehilangan volume produksi meski kekurangan chip, tetapi diperkirakan "risiko besar" bisa terjadi selama kuartal pertama.

Tidak hanya Volvo, Scania yang merupakan bagian dari kendaraan komersial Volkswagen AG, Traton SE, mengatakan bahwa awal bulan ini juga harus menghentikan produksi karena mereka juga mengalami hal yang sama.

Bulan lalu, produsen mobil Volkswagen memperkirakan minimnya pasokan chip semi konduktor akan terus bergulir hingga pertengahan 2021. Karena itu, Volkswagen mengatakan akan melakukan segalaya untuk mengompensasi keterlambatan produksi pada semester kedua tahun ini.

"Volkswagen akan terus bekerja untuk meminimalkan efek kemacetan semikonduktor global pada produksi," kata Volkswagen saat itu seperti dikutip Reuters.

Saat ini produsen mobil global telah terperangkap oleh kekurangan semikonduktor setelah pemuliha pasar otomotif yang cepat akibat diterpa wabah virus corona.

VW juga mengatakan Eropa perlu lebih banya mengumpulkan uang untuk meningkatkan industri chip yang sedang mengalami krisis.

"Kami tidak akan memproduksi chip sndiri. Tetapi tentu saja kami ingin memiliki pembuat chip yang kuat yang setidaknhya setara dengan Asia dan Amerika Serikat," kata Markus Duesman, anggota dewan Volkswagen.

Di Jepang, Mazda Motor Corp juga mengalami masalah yang sama. Bulan lalu, Mazda mengumumkan merevisi rencana produksinya yang mempengaruhi sekitar 7.000 kendaraan secara global.

"Situasinya sangat tidak stabil saat ini, tetapi kami sedang menuju perbaikan setiap hari," kata kepala eksekutif Mazda, Akira Marumoto.

Langkah Eropa Atasi Krisis Chipset
Krisis chipset ini membuat Uni Eropa memutuskan menggenjot produksinya. Saat ini Uni Eropa baru berrkontribusi kurang dari 10 persen terhadap total produksi chip global.

"Kami menargetkan bisa memproduksi semikonduktor mutakhir dn berkelanjutan di Eropa, termasuk prosesor pada 2030, setidaknya 20 persen dari produksi dunia," kata Komisi Eropa dalam sebuah dokumen, seperti dilaporkan CNBC pada 9 Maret lalu.

Eropa tadinya memiliki industri pembuatan chip. Belanda punya NXP Semiconductors. Jerman memiliki Infineon Technologies. Namun, belakangan mereka mengalihdayakan sebagian besar produksinya karena biaya produksinya kian melambung saat pandemi melanda.   

Uni Eropa menganggap krisis chipset sangat krusial karena banyak pabrik otomotif di seluruh dunia terpaksa tutup dan menghentikan ptoduksinya.

Selain karena alasan pasokan, pejabat Eropa mengatakann bahwa target ambisius mereka untuk mengurangi dominasi produsen chip di China dan Amerika Serikat.

"Di tengah ketegangan yang meningkat antara Amerika Serikat dan China, Eropa tidak akan menjadi penonton belaka. Ini adalah waktu yang tepat untuk menentukan nasib kita sendiri," kata Therry Breton, Komisaris Eropa untuk Pasar Internal.[]

#chipset   #prosesor   #otomotif

Share:




BACA JUGA
PIDI 4.0 Akselerasi Digitalisasi Sektor Industri Otomotif
Realtek SDK Aktif Diserang Malware Ratusan juta Kali. Segera Reset & Perbarui Firmware!
Fokus Keamanan Siber Otomotif, LG Electronics Beli Startup Israel Cybellum
MediaTek Kenalkan Chipset Baru Dimensity 920 dan Dimensity 810
Qualcomm Kesulitan Penuhi Permintaan Chipset untuk Samsung