
Ilustrasi via FT.com
Ilustrasi via FT.com
Cyberthreat.id - Sebuah unit intelijen Rusia dan mata-mata China disebut berada di balik serangan siber yang menerobos sistem Badan Pengawas Obat Eropa (European Medicines Agency/EMA) tahun lalu.
Seperti dilaporkan Reuters, yang mengutip surat kabar Belanda De De Volkskrant, hal itu berdasarkan keterangan narasumber yang dekat dengan penyelidikan kasus itu.
Regulator obat Eropa yang berbasis di Amsterdam pada bulan Desember melaporkan serangan dunia maya di mana dokumen yang berkaitan dengan vaksin dan obat-obatan COVID-19 dicuri dan dibocor di internet. Dalam perkembangannya, EMA mengatakan peretas telah memanipulasi data vaksin Covid19 milik Pfizer an BioNTech sebelum dipublikasikan di internet.
"Beberapa korespondensi telah dimanipulasi oleh para pelaku sebelum dipublikasikan dengan cara yang dapat merusak kepercayaan pada vaksin," kata EMA di websitenya, Jumat (15 Januari 2021).
EMA telah meluncurkan penyelidikan dengan otoritas penegakan hukum Belanda dan Eropa, tetapi sejauh ini tidak memberikan rincian tentang siapa yang mungkin melakukan serangan tersebut.
De Volkskrant pada hari Sabtu melaporkan bahwa EMA menjadi sasaran mata-mata China pada paruh pertama tahun 2020, diikuti oleh agen intelijen Rusia di akhir tahun.
Disebutkan, China memperoleh akses dengan meretas sistem universitas Jerman, kata surat kabar tersebut mengutip sumber. Sementara Rusia diduga telah mengeksploitasi kelemahan dalam proses masuk verifikasi dua langkah EMA dan jenis pertahanan dunia maya lainnya.
"Investigasi kriminal oleh otoritas penegak hukum dan entitas lain sedang berlangsung dan EMA tentu saja bekerja sama sepenuhnya," kata juru bicara EMA Monika Benstetter dalam tanggapan melalui email, menolak komentar lebih lanjut.
Para peretas Rusia yang diduga memiliki akses ke sistem EMA selama lebih dari sebulan, sumber tersebut mengatakan kepada De Volkskrant.
Mereka terutama tertarik pada negara mana yang akan menggunakan vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh Pfizer dan BioNTech dan berapa banyak yang akan mereka beli, tambah surat kabar itu.
Pfizer dan BioNTech telah mengumumkan setelah pengungkapan awal EMA bahwa dokumen yang berkaitan dengan vaksin mereka diakses dalam insiden tersebut.
Kementerian luar negeri Rusia tidak segera membalas permintaan komentar dari Reutars pada hari Sabtu, tetapi Moskow telah berulang kali membantah tuduhan peretasan oleh pihak Barat.
Kementerian luar negeri China tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai komentar. Beijing telah mengatakan sebelumnya bahwa pihaknya dengan tegas menentang dan menindak semua bentuk serangan dunia maya.[]
Share: