
Menko Polhukam Mahfud MD
Menko Polhukam Mahfud MD
Cyberthreat.id - Pemerintah resmi membentuk tim kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Ekonomi (UU ITE) yang terdiri dari dua tim, Senin (22 Februari 2021).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan ada dua tim yang dibentuk yaitu Tim Sub I dan Tim Sub II.
Tim Sub I bertugas menyiapkan 'pedoman tafsir' bagi aparat hukum saat menggunakan pasal UU ITE dalam menangani suatu perkara. Sedangkan Tim Sub II bertugas mengkaji substansi pasal-pasal kontroversial atau sering disebut pasal karet di UU ITE
Mahfud mengatakan beberapa anggota DPR ada yang pro dan kontra terkait substansi atau pasal karet, karena dianggap bahaya jika nantinya semua orang saling serang sendiri karena tidak adanya UU itu. Sementara, kata Mahfud ada juga yang mengatakan itu bisa menjadi alat membungkam orang lain.
"Di pemerintah yang menganut sistem demokrasi seperti kita akan membuka ruang diskusi itu untuk kemudian mengambil sikap resmi," ujarnya dalam konferensi pers yang ditayangkan melalui YouTube resmi Kemenkopolhukam, Senin (22 Februari 2021).
Mahfud menargetkan tim kajian UU ITE ini akan bekerja selama sekitar 2 bulan.
"Kita memberi waktu sekitar 2 bulan lah kepada tim ini agar terus diperdalam sehingga nanti sekalian tim ini akan laporan ke kita apa bentuknya, apa hasilnya," katanya.
Berdasarkan surat keputusan Menko Polhukam nomor 22 tahun 2021 tentang Tim Kajian Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tim yang berdiskusi ini disebut "Sub Tim II Tim Telaah Substansi UU ITE".
Sub tim II ini dipimpin oleh Prof Dr Widodo Ekatjahjana, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Sembari menunggu sub tim II selesai berdiskusi, Mahfud menghimbau para penegak hukum adil dalam menanggapi laporan yang masuk.
"Nanti Polri, Kejaksaan Agung tolong penerapannya itu supaya betul-betul tidak multitafsir, tetapi orang merasa adil 'oh iya ini benar. Ini bukan hanya berlaku pada si A tetapi berlaku pada si B karena semua unsur itu sudah terpenuhi di situ'" katanya.
Mahfud mengatakan sebenarnya Kapolri telah mengambil sikap dengan mengumumkan bahwa pelanggaran-pelanggaran IT itu sifatnya delik aduan seperti fitnah, pencemaran nama baik yang melapor bukan orang lain tetapi yang bersangkutan, "tidak sembarang orang melapor". Karena itu, Mahfud berharap pedoman itu dapat dilaksanakan mulai sekarang.
"Kapolri ngomong gitu ya berlaku, berlaku sekarang dan seterusnya di dalam praktik penyelidikan dan penyidikan di Polri," ujarnya.
Sub Tim I, Tim Perumus Kriteria Penerapan UU ITE
Tim kajian UU ITE inipun juga, kata Mahfud akan memberi bentuk yang lebih umum, bentuk abstrak terkait pedoman UU ini.
"Kan perlu yang lebih lama, yang lebih lama ini tim nanti sehingga dari Polri itu bisa dibawa ke tim ini. Polri sudah ada, [tim] masukkan sebagai tafsir atau kriteria itu," katanya.
Berdasarkan keputusan 22/2020 itu yang dimuat di situs resmi Kominfo, tim ini disebut Sub Tim I "Tim Perumus Kriteria Penerapan UU ITE". Tim diketuai oleh Henri Subiakto, Staf Ahli Bidang Hukum di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Tim ini bertugas merumuskan kriteria implementatif atas pasal-pasal tertentu dalam UU ITE yang sering dianggap menimbulkan multitafsir.
Menteri Kominfo, Johnny G. Plate mengatakan pedoman pelaksanaan UU yang dibuat oleh tim yang diketuai kementeriannya itu, akan menjadi acuan bagi aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti UU ITE apabila terjadi sengketa atau disengketakan berkaitan regulasi itu.
Untuk menghasilkan pedoman pelaksana yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan, Johnny mengatakan tim akan melibatkan seluruh komponen masyarakat seperti ahli, akademisi, seluruh kementerian/lembaga, termasuk masukan dari rekan media.
Secara keseluruhan tim kajian UU ITE ini diketuai oleh Sugeng Purnomo, Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kemenkopolhukam.[]
Editor: Yuswardi A. Suud
Share: