
Aplikasi Koo dan Twitter | indiatvnews.com
Aplikasi Koo dan Twitter | indiatvnews.com
Cyberthreat.id - Perselisihan dengan Twitter baru-baru ini membuat pemerintah India menggunakan aplikasi microblogging lokal India, Koo, yang mirip Twitter.
Diketahui, Pemerintah India menuntut Twitter agar menghapus akun tertentu yang diklaim menyebarkan berita palsu terkait protes petani terhadap Undang-Undang Pertanian yang baru.
Namun, Twitter tidak menuruti permintaan pemerintah India untuk menghapus akun tertentu berhubungan dengan aksi protes yang berlangsung pada 26 Januari tersebut.
Twitter kemudian disebut memberlakukan “standar ganda”, mengingat perusahaan itu bisa bertindak tegas melawan para penyebar informasi palsu atau menyesatkan selama aksi protes oleh pendukung Donald Trump di gedung Capitol Amerika Serikat awal Januari lalu.
Awalnya, Twitter mematuhi permintaan India, tapi itu tidak berlangsung lama. Twitter lantas memulihkan akun yang telah ditangguhkannya antara lain akun jurnalis, organisasi berita, dan politisi oposisi.
Karena tindakan Twitter, para pendukung pemerintah India mendorong penggunaan aplikasi Koo untuk mengungkapkan pendapat mereka dalam mendukung pemerintahan, salah satunya menyerukan agar Twitter dilarang di India.
Apa sebenarnya yang bisa dilakukan Koo?
Dilansir dari BBC, aplikasi Koo dengan ikon anak ayam kuning memang mirip Twitter, si burung biru. Koo menyediakan menyediakan lima bahasa nasional (India), serta bahasa Inggris. Rencananya Koo juga akan memperkenalkan 12 bahasa lainnya.
Diluncurkan pada Maret 2020, Koo telah menerima penghargaan dari pemerintah India, sebagai wujud mendorong kemandirian yang lebih besar di India.
Fungsi aplikasi Koo ini sama dengan Twitter, memungkinkan menulis teks, berbagi foto atau video. Koo pun telah diunduh sebanyak 3 juta unduhan, sepertiga diantaranya merupakan pengguna aktif.
Siapa pendukung Koo?
Perusahaan dibalik Koo atau induknya adalah Bombinate Technologies, berbasis di Bangalore. Perusahaan itu telah menggelontorkan US$4,1 juta (sekitar Rp56 miliar) dalam pendanaan untuk proyek tersebut.
Sementara itu, salah satu pendukung utama Koo adalah Mohandas Pai, dikenal di India sebagai salah satu pendiri raksasa teknologi informasi (TI) Infosys. Pendukung lainnya yakni pemerintahan yang dipimpin partai politik India, Bharatiya Janata Party (BJP).
Banyak pengguna di Twitter menuding bahwa Koo juga mendapat dukungan dari Cina. Tetapi, Kepala Eksekutif Koo, Aprameya Radhakrishna mengatakan investasi dari Cina sudah tidak ada lagi sekarang.
Sebuah meme yang memperlihatkan anak ayam kuning (Koo) meledek si burung biru (Twitter) yang patah sayapnya.
Apakah Koo, Parler-nya India?
Melihat pemerintah India dan BJP mendukung aplikasi ini, banyak yang menyamakannya dengan aplikasi media sosial berbasis di AS, Parler.
Parler memposisikan dirinya sebagai platform “kebebasan berbicara” dan dengan cepat menjadi populer di kalangan pendukung Presiden Amerika Serikat ke-45, Donald Trump. Aplikasi Parler dipergunakan para pendukung Trump untuk mengekspresikan pendapatnya, yang menolak menerima kekalahan Trump. Hal ini dilakukan karena Twitter memoderasi mereka yang dianggap melanggar pedoman komunitas Twitter.
Di India, pengguna Koo juga merupakan para pendukung pemerintahan India. Hal ini karena beberapa menteri dan departemen pemerintah India bahkan beberapa selebriti ikut menggunakan aplikasi ini sehingga masyarakat setempat ikut berpindah ke aplikasi tersebut.
Menteri Elektronik dan Teknologi Informasi India, Ravi Shankar mengklaim telah mendapatkan 500.000 pengikut di aplikasi Koo. Sementara, akun resmi kementeriannya mendapatkan lebih dari 160.000 pengikut dalam beberapa hari terakhir. Radhakrishna bergembira karena aplikasinya didorong untuk digunakan oleh banyak tokoh penting, terlebih pemerintahan.
Koo pun terlihat sangat erat kaitannya dengan pemerintahan India. Pasalnya, pada Januari 2021 Koo bermitra dengan salah satu stasiun televisi (TV) lokal India yang disorot karena keberpihakannya terhadap BPJ, Republic TV.
Banyak dari postingan yang populer di Koo yang ditampilkan Republic TV, termasuk sebuah tagar terkait juga ikut dipromosikan.
Selain dengan Parler, beberapa orang pun menyamakan aplikasi Koo ini dengan China Weibo, aplikasi perpesanan sosial di Cina yang khusus untuk warga Cina. Ini karena hubungan aplikasi Koo erat dengan pemerintah.
Tidak sependapat dengan pemerintah India yang mendorong kemandirian, Aktivis digital, Nikhil Pahwa khawatir nantinya India bertentangan dengan tren menuju platform global.
“Saya khawatir bahwa mungkin ada masa depan di India di mana tidak ada platform global yang beroperasi,” katanya, dikutip dari BBC, Senin (15 Februari 2021).
Pahwa juga khawatir terkait moderasi konten yang dilakukan Koo yang kemungkinan akan membukakan pintu bagi pandangan ekstrim. Menurutnya, semua media sosial pada dasarnya “ada banyak sekali ujaran kebencian bahkan dengan nama asli dan identitas yang diautentikasi”.
Sebelum munculnya Koo, pada 2019 sempat muncul aplikasi Mastadon yang pernah populer di India menyusul penangguhan akun pengacara terkemuka India oleh Twitter. Saat itu, banyak kaum liberal India berpinah ke Mastodon, menuduh Twitter memblokir sewenang-wenang tanpa penjelasan.
Hanya saja, itu tidak berlangsung lama karena mereka akhirnya kembali juga ke Twitter. Pahwa menilai inilah kekuatan Twitter, tidak ada yang mampu mencapai skalanya.
“Karena Twitter memberi kami akses ke berita dan informasi dari basis pengguna global,” kata Pahwa.[]
Editor: Yuswardi A. Suud
Share: