IND | ENG
Setelah Tiga Operator Seluler Memilih Blok Frekuensi, Kapan 5G Hadir di Indonesia?

Ilustrasi via solitonsys.com

Setelah Tiga Operator Seluler Memilih Blok Frekuensi, Kapan 5G Hadir di Indonesia?
Tenri Gobel Diposting : Sabtu, 19 Desember 2020 - 11:38 WIB

Cyberthreat.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengumumkan hasil pemilihan blok frekuensi oleh tiga operator.

Seperti diketahui, operator seluler yang telah dinyatakan lolos evaluasi administrasi lelang di pita frekuensi 2,3 GHz (rentang 2.360-2.390 MHz) memilih blok frekuensinya kemarin, (17 Desember 2020 . (Baca: Tiga Operator Seluler Pilih Frekuensi 5G Hari Ini)

Kasubdit Penataan Alokasi Spektrum Dinas Tetap dan Bergerak Darat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Adis Alifiawan mengatakan bahwa pengumuman ini belum penetapan pemenang seleksi. Pasalnya, ini merupakan kewenangan Menteri Kominfo.

Dalam siaran pers Kominfo Jumat (18 Desember 2020), Kominfo mengatakan tahapan selanjutnya dari pengumuman hasil seleksi blok frekuensi ini, Menkominfo akan melakukan penetapan resmi sebagai Pemenang Seleksi.

“Sangat kecil kemungkinannya pak menteri menetapkan berbeda dengan yang sudah dihasilkan oleh tim seleksi,” ujar Adis kepada Cyberthreat.id, Jumat (18 Desember 2020).

Hasil dari pemilihan blok frekuensi pun yakni PT Smart Telecom (Smartfren) memilih blok A, PT Telekomunikasi Seluler (Telkom) memilih blok C, dan PT Hutchison 3 Indonesia (Tri) memilih blok B. Blok yang telah ditetapkan itu pun akan digunakan operator selama 10 tahun ke depan dan dapat diperpanjang 10 tahun berikutnya.

Sekedar informasi, Blok A terdiri dari Sumatera Bagian Utara, Banten, DKI Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Jawa Bagian Barat, kecuali Bogor, Depok, Bekasi, Jawa Bagian Tengah, Jawa Bagian Timur, Papua, Maluku dan Maluku Utara, Sulawesi Bagian Utara.

Sementara Blok B yakni Sumatera Bagian Utara, Banten, DKI Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Jawa Bagian Barat, kecuali Bogor, Depok, Bekasi, Jawa Bagian Tengah, Jawa Bagian Timur, Papua, Maluku dan Maluku Utara, Sulawesi Bagian Utara, Kepulauan Riau.

Terakhir, Blok C terdiri dari Banten, DKI Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi,Jawa Bagian Barat (di luar Bogor, Depok & Bekasi), Jawa Bagian Tengah, Jawa Bagian Timur, Papua, Maluku dan Maluku Utara, Sulawesi Bagian Utara, Kepulauan Riau.

Yang membedakan antara ketiga blok ini, tidak ada Sumatera Bagian Utara di blok C dan tidak ada Kepulauan Riau di blok A. Sementara wilayah yang tidak termasuk dalam ketiga blok objek seleksi yakni Sumatera Bagian Tengah, Sumatera Bagian Selatan, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi Bagian Selatan, Kalimantan Bagian Barat, Kalimantan Bagian Timur.

Tidak adanya Sumatera Utara di blok C dan kepulauan Riau di blok A serta wilayah yang tidak masuk ke tiga blok itu  karena wilayah itu telah ditempati oleh PT Berca Hardayaperkasa, penyedia layanan semacam modem Wi-Fi, kata Adis.

Lalu, apakah langsung bisa operator menggelar 5G setelah ini?

Adis menuturkan bahwa setelah penetapan pemenang seleksi oleh Menkominfo yang tidak dapat dipastikan waktunya kapan (tetapi dalam waktu dekat ini), akan dilakukan penataan ulang spektrum frekuensi atau disebut refarming.

“Perlu ada refarming dulu, baru bisa digunakan ya,” kata Adis.

Refarming ini dilakukan untuk membuat frekuensi per-operator menjadi lebih optimal. Pasalnya, pada spektrum frekuensi 2,300 - 2,330 MHz sudah dimiliki Telkomsel, dan 2,330 - 2,360 MHz dimiliki Smartfren. Sementara yang dilelang adalah 2,360 - 2,390 MHz, yang mana Telkomsel dan Smartfren pemenang seleksi lelang tiap 10 MHz.

Dengan kata lain, kata Adis, proses refarming ini analoginya menempelkan kavling di perumahan yang sudah dimiliki sebelumnya dengan yang baru didapatkan.

“Jadi bayangkan misalnya ada satu blok gitu ya perumahan, kamu sudah punya 3 rumah misalnya berjejer nempel, otomatis rumahnya besar dong, terus ada kavling baru di ujung sana misalnya baru dijual dan kamu berhasil dapat salah satu kavling, kepingin gak nempel kavlingnya? pengen ditempelin kan,” ujarnya.

Setelah proses refarming inilah baru digelar 5G. Adis pun mengatakan jika sesuai peraturan proses refarming ini maksimal berlangsung satu tahun setelah penetapan pemenang blok frekuensi itu. Namun, Adis yakin bahwa proses refarming ini akan selesai dalam enam bulan.

“Setelah ditata ulang [refarming] itu artinya posisi pita frekuensinya sudah menempel semua, setelah itu kami akan terbitkan tagihan BHP frekuensi untuk yang tahunan, kemudian mereka membayar, izinnya terbit. Sudah, silahkan gunakan,” ujarnya. Dengan kata lain, 5G akan hadir pada 2021 nanti.

Namun, Adis mengatakan pemerintah tidak memaksa operator seluler menggunakan frekuensi 2,3 GHz ini untuk penggelaran 5G.

"Kalau operatornya memilih menggunakan 2,3 GHz nya yang baru dimenangkannya ini untuk 5G berarti dia harus menunggu refarming tapi kan 5G nya tidak harus diblok yang dia menangkan. Mau di blok dulu-dulu yang dia punya sebelumnya silahkan, tidak perlu menunggu selesai refarming. Mau jarak dekat, januari atau februari ya itukan butuh waktu investasi dan lain-lain sebagainya,” katanya.  

Dia mencontohkan seperti pendatang baru di frekuensi 2,3 GHz, Tri sebenarnya sudah punya beberapa frekuensi di 1,8 GHz, 2,1 GHz. “Silahkan nanti mau 5Gnya di 1,8 GHz silahkan, mau di 2,1 GHz silahkan kita tidak batasi,” ujarnya .

Saat ditanya apakah ada perbedaannya atau memang lebih bagus menggunakan 2,3 GHz untuk 5G, Adis mengatakan untuk menentukan bagus atau tidaknya banyak variable. Namun, untuk ultimatenya atau paling bagusnya dari segi panjang frekuensinya itu 100 MHz per operator. Meskipun, tidak 100 MHz pun juga bisa menggelar 5G, mengingat frekuensi 2,3 GHz hanya 90 MHz.

“Tetap bisa 5G, cuman ada namanya perbedaan denagn jaringan yang bisa 100 MHz. Dari sisi kapasitas berbeda, dari efisiensi spektrum berbeda.” ujarnya.

Adis mencontohkan seperti jika bisa medapat mobil yang besar berarti bisa ngangkut banyak orang sekali jalan, berbeda dengan mendapatkan mobil kecil yang harus mengangkut berulang-ulang kali. Artinya, kata Adis, ada cost lebih untuk menyamai ketika ingin 100 MHz.

Dalam UU Cipta Kerja pun, Adis menuturkan bahwa operator sudah diberi peluang ruang untuk melakukan kerja sama, jika secara individual mungkin spektrumnya tidak akan sampai 100 MHz.

Intinya, kata Adis, ini masalah waktu dan kesiapan dari operator ingin menggelar kapan dan frekuensinya di mana. “Cepat tuh belum tentu terbaik karena kalau misalnya cepat tetapi asal-asalan juga hancur brand dia. Kan dia harus meluncurkan momentum, dari sisi komersilkan harus seperti itu,” ungkapnya mengingatkan bahwa operator jangan termakan nafsu untuk meggelar 5G tetapi hasilnya akan mengecewakan pengguna.

Nantinya pun, efek kepengguna saat 5G digelar oleh operator seluler kata Adis, bisa dilihat dalam jangka dekatnya dari sisi kecepatan. Misalnya nanti punya dua ponsel yang satu mendukung 4G dan satunya lagi 5G dengan provider operator yang sama, maka bisa dicek melalui speed test.

“Harusnya hasilnya  5G lebih cepat.” ujarnya.

Namun, itu bukan satu-satunya keuntungan hadirnya 5G. Adis mengatakan potensial lain dari 5G banyak yakni untuk smart city, virtual reality, sampai  ultimate autonomous vehicle. Hanya saja, jika ingin melihat perbedaannya antara 4G dan 5G dalam jangka waktu dekat itu terlihat dari segi kecepatan, sementara potensi lainnya dapat terlihat dalam jangka panjangnya.

Jika nanti sudah digelar 5G maka hanya ponsel atau perangkat seluler yang mendukung 5G saja yang bisa memperoleh jaringan 5G. Adis mengatakan nantinya akan terlihat di ponsel tanda 5G layaknya saat 3G ke 4G dahulu. []

Editor: Yuswardi A. Suud

#5g   #frekuensi   #jaringan   #telkomsel   #Smartfren   #Hutchison3Indonesia

Share:




BACA JUGA
Huawei Ujicoba Internet Super Ngebut, Saingi Starlink Elon Musk
ASO Tuntas, Pemerintah Dorong Pemanfaatan Teknologi 5G
Pemerintah Dorong Inovasi Transformasi Digital Lewat Journey to 5G Smart City
Jerman Selidiki Komponen Asal China yang Terinstal di Jaringan 5G-nya
Jaringan Pita Lebar Perlu Kebijakan Infrastructure Sharing, Apa Itu?