Data pribadi Denny Siregar yang dibocorkan oleh pegawai Grapari Telkomsel Surabaya
Data pribadi Denny Siregar yang dibocorkan oleh pegawai Grapari Telkomsel Surabaya
Cyberthreat.id - Pegiat sosial media pendukung pemerintah Denny Siregar menolak tegas permintaan Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) yang menolak adanya sanksi pidana dalam Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (saat ini masih berupa RUU PDP) yang sedang digodok DPR RI.
"RUU Perlindungan Data Pribadi yg digodok @DPR_RI ini mendapat tentangan dari operator selular. Mereka ingin RUU itu tidak berlakukan sanksi apapun kepad mereka, jika ada kebocoran di dalam sistem mereka. Enak benar. Mereka bisa cuci tangan kalo ada korban seperti saya," kata Denny di Twitter pada Senin malam (13 Juli 2020).
ATSI adalah organisasi yang menaungi operator telekomunikasi di Indonesia. Anggotanya antara lain PT Bakrie Telekom Tbk, PT Hutchison 3 Indonesia, PT Indosat Tbk, PT Pasifik Satelit Nusantara, PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia, PT Smartfren Telekom Tbk, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Telkomsel, dan PT XL Aviata Tbk.
Denny Siregar diketahui baru-baru ini menjadi korban penyebaran data pribadi. Datanya saat registrasi kartu Telkomsel berupa nomor ponsel, NIK, dan Nomor Kartu Kartu Keluarga dibocorkan di sosial media, termasuk data perangkat dan data lokasi. Akibatnya, Denny Siregar mengaku dirinya dan keluarganya mendapat teror hingga mendapat ancaman pembunuhan. (Baca: Setelah Datanya Disebar, Denny Siregar Sebut Anaknya Diancam Bunuh).
Hasil investigasi internal Telkomsel menemukan data itu disebar oleh seorang pegawai kontrak (outsourcing) Grapari Telkomsel, Rungkut, Surabaya. Pada 9 Juli, Direktorat Tindak Pidana Siber Mabes Polri menangkap seorang pria berusia 27 tahun bernama Febriansyah Puji Handoko (FPH).
Menurut polisi, dia ditangkap lantaran menyalahgunakan kewenangan sebagai pegawai Telkomsel untuk mengakses data pribadi Denny Siregar dari database pelanggan Telkomsel. Data itu kemudian dikirim ke akun Twitter @Opposite6891 pada 4 Juli yang kemudian menyebarkannya di Twitter. (Baca: Di Balik Teror Siber yang Umbar Data Denny Siregar).
Sebelumnya, menanggapi permintaan ATSI itu, Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja K., mengatakan, RUU PDP tetap harus mengatur sanksi pidana dan aturan hukum yang jelas tentang kebocoran data.
“Mereka minta [tidak adanya sanksi pidana] seperti itu karena itu adalah ketakutan mereka saja,” ujar Ardi menanggapi usulan ATSI tersebut saat dihubungi Cyberthreat.id, Minggu (12 Juli 2020).
Ardi mengatakan, RUU PDP tidak tumpang tindih dengan UU ITE—seperti yang dikemukakan oleh ATSI—justru melengkapi kekurangan yang ada di undang-undang yang sudah.
Ardi menduga alasan usulan ATSI agar RUU PDP tak atur sanksi pidana supaya mereka tidak dikenai sanksi tinggi jika terjadi kebocoran data—salah satu yang dicontohkan yaitu kasus data pribadi pelanggan Telkomsel, Denny Siregar, yang dibeberkan karyawan Grapari Telkomsel di media sosial.
"Yang harus kita tekankan adalah, masyarakat atau industri memerlukan sanksi [pidana] untuk adanya kepastian hukum terkait dengan perlindungan data pribadi," kata Ardi. (Baca juga: ATSI Minta Sanksi Pidana di RUU PDP Dicabut, ICSF: Mereka Takut! []
Share: