Ilustrasi. Foto: Shutterstock
Ilustrasi. Foto: Shutterstock
Jakarta, Cyberthreat.id – Pemerintah berencana mengatur layanan jaringan pribadi virtual (VPN). Wacana itu muncul di internal pemerintah lantaran kebijakan pemblokiran terhadap situs-situs web terlarang dirasa tidak efektif dengan adanya VPN.
Publik masih bisa mengakses situs-situs web yang terblokir dengan menggunakan akses layanan VPN. Pemerintah juga berkaca pada kebijakan pemblokiran sebagian fitur media sosial dan pesan instan pada 22-25 Mei lalu. Saat itu, pantauan Kementerian Komunkasi dan Informatika terhadap unduhan terhadap aplikasi VPN gratis begitu tinggi. Alhasil, akses medsos dan pesan instan tetap bisa dilakukan.
Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel A. Pangerapan, mengatakan, pada dasarnya VPN merupakan layanan internet tertutup. Layanan VPN merupakan bagian dari penyelenggara jasa internet (internet service provider/VPN).
Berita Terkait:
“Semua ISP pasti punya layanan VPN karena layanan itu tersambung dengan layanan internet lainnya,” ujar dia.
Ia pun mempertanyakan mengapa ada operator yang memberikan layanan internet secara gratis.
“Maka itu, kami kaji regulasi bahwa layanan VPN harus berizin,” ujar dia di Jakarta, Rabu (12/6/2019) seperti dinukil dari Antaranews.com.
Menurut Semuel, pemerintah belum menargetkan kapan regulasi VPN akan diberlakukan karena saat ini masih dalam tahap kajian.
Mengenai wacana itu, Cyberthreat.id pun mewawancara sejumlah pengguna internet yang telah mengetahui fungsi dari layanan VPN. Ada yang menyambut baik wacana tersebut, tapi ada yang menolak jika VPN diatur seperti di Rusia.
Ane Lumban Batu, karyawan swasta di Jakarta, menyambut baik bila pemerintah membuat regulasi VPN. “Seperti yang kita tahu situs-situs web yang diblokir pemerintah ini masih bisa diakses jika menggunakan VPN, jadi rasanya kurang efektif pemblokiran itu. Kalau regulasi ini diterapkan tentu saya sangat setuju,” ujar warga Lenteng Agung, Jaksel itu. Ia berharap pemerintah segera saja membuat regulasi itu.
Berita Terkait:
Aulia Rahman dan Lintang Tribuana juga setali uang dengan pendapat Ane. Menurut Aulia, warga Cilegon, Banten, mengatakan, wacana regulasi VPN harus didukung. “Pemblokiran 22 Mei lalu tidak efektif, kita lihat masih banyak hoaks dan konten yang mengandung provokasi tersebar di media sosial,” ujar Aulia.
Sementara, Lintang, warga Bintaro, Jakarta Selatan, berpendapat pengaturan VPN boleh-boleh saja, tapi bersifat fleksibel. Jangan sampai, kata dia, justru membuat masyarakat dirugikan dengan adanya regulasi VPN.
“Akses ke situs porno itu yang benar-benar diblokir karena memang sangat berbahaya. Kalau untuk WhatsApp dan medsos saya rasa tidak perlulah, literasi digital pada masyarakat saja yang digalakkan,” ujar Lintang.
Berbeda dari ketiganya, Widi Setiawan, warga Depok, Jawa Barat, mengaku tak setuju dengan rencana pemerintah tersebut. Wacana itu, kata dia, dinilai berlebihan. Pemerintah harus mencari cara lain selain melakukan blokir atau pembatasan pada penggunaan VPN.
“Situs bokep (sudah) diblokir, (sekarang) VPN mau ada regulasi, negara macam apa ini? Apa-apa kok dilarang,” ujar karyawan di salah satu perusahaan fintech di Jakarta ini.
Sementara itu Analis Keamanan Siber Vaksincom, Alfons Tanujaya, mengatakan, jika layanan VPN memang benar-benar mau diatur, pemerintah harus berhati-hati dalam membuat kebijakannya.
Menurut dia, regulasi VPN sebaiknya diberlakukan secara selektif dan fleksibel. Jika pengaturan VPN seperti di Rusia dan China, kata dia, justru akan memunculkan aplikasi baru lagi yang bisa dipakai untuk mengakses situs-situs web terlarang.
Redaktur: Andi Nugroho
Share: