IND | ENG
Duh! Rapat Online via Zoom Tak Jamin Privasi Anda Aman

Zoom | Foto: Zoom.us

Duh! Rapat Online via Zoom Tak Jamin Privasi Anda Aman
Andi Nugroho Diposting : Jumat, 27 Maret 2020 - 16:49 WIB

Jakarta, Cyberthreat.id – Rabu pekan lalu, seorang teman wartawan ekonomi mengunggah sebuah foto di stories Instagram-nya sedang rapat jarak jauh bersama Menteri Keuangan RI Sri Mulyani.

Tampak di foto itu, Sri Mulyani berdiskusi santai bersama para wartawan yang biasa meliput di kementeriannya dengan berbagai posisi duduk dan latar belakang video berbagai rupa.

Sejak wabah virus corona (Covid-19) melonjak drastis di Indonesia, pada 15 Maret 2020, Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar lembaga pemerintahan juga perusahaan swasta untuk bekerja dari rumah (work from home/WFH).

Wartawan yang sehari-hari meliputi di pemerintahan praktis terkena imbas pula. Namun, mereka masih diberi akses untuk jumpa pers daring (online) melalui Zoom, sebuah aplikasi konferensi video jarak jauh.

Ramai-ramai orang mengunduh Zoom  karena harus rapat daring dari rumah. Bahkan, seorang teman pegawai negeri sipil di Ditjen Imigrasi menulis di status WhatsApp-nya, bahwa “Aplikasi paling banyak diunduh PNS selama WFH...Zoom,” tulis dia.

Zoom memang paling populer di antara aplikasi telekonferensi yang ada di pasaran. Aplikasi ini cukup mudah dipakai dan ringan, terlebih pengguna tak perlu bayar apa pun untuk menggunakannya.

Saya mengenal aplikasi ini sejak pertengahan 2018, karena harus mengikuti “kopi udara” bersama teman lama yang sedang menempuh S-3 di AS. Teman saya itu rutin membuat jadwal diskusi. Jika tak mengikuti grup diskusi itu, saya mungkin baru mengenal Zoom saat wabah Covid-19 ini. Pertama kali mengenal aplikasi ini cukup takjub. Pengguna Indonesia yang ikut dalam diskusi itu, sama seperti saya, masih gagap untuk beradaptasi; koneksi internet kami juga beda-beda, sehingga ada yang di Solo atau daerah lain tidak terliha mukanya, hanya tedengar suara. Sementara peserta lain di AS atau salah satu tinggal di Belgia koneksinya lancar, bahkan ada salah satu peserta sambil jalan di trotoar asyik saja mengikuti diskusi, tanpa hambatan koneksi internet.

Zoom dikenalkan pertama kali ke publik oleh penciptanya Eric Yuan, seorang rekayasawan (engineer) dari Cisco System, pada 2011. Aplikasi ini membuat teman lama nun di sana serasa berada di dekat kita, bisa bertatap-tatap muka.

Pada awal 2020, seiring wabah Covid-19 mengguncang dunia, penggunaan aplikasi meningkat tajam karena sekolah dan perusahaan mengadopsi platform untuk pekerjaan jarak jauh.

Keponakan saya yang baru kelas tiga sekolah dasar pun menggunakan Zoom karena harus belajar daring dengan gurunya. “Belajar zaman now,” tulis kakak saya di status akun WhatsApp-nya sambil mengunggah foto anaknya sedang mendengarkan instruksi sang guru, yang wajahnya memenuhi layar laptop.

Namun, sebagai sebuah aplikasi gratis, tentu saja ada kompensasi yang harus diterima pengguna. Pengembang aplikasi gratis umumnya meminta data pengguna sebagai imbal balik penggunaan platform. Bagaimana dengan Zoom? Apakah aplikasi ini aman?

Pengumpulan data

Seperti halnya aplikasi gratis lain, Zoom juga melakukan pengumpulan data penggunanya. Pengembang juga tak memberikan banyak detail tentang bagaimana data-data itu digunakan untuk iklan, pemasaran, atau tujuan bisnis lain.

Dalam situs webnya, pengembang Zoom mengatakan, dapat mengumpulkan kategori data pribadi, seperti berikut ini:

  • informasi yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi Anda, seperti nama, nama pengguna, alamat fisik, alamat email, nomor telepon, dan pengidentifikasi serupa lainnya,
  • informasi tentang pekerjaan Anda, seperti jabatan dan atasan Anda Kartu kredit/debit atau informasi pembayaran lainnya,
  • Informasi profil Facebook (ketika Anda menggunakan Facebook untuk masuk ke produk kami atau untuk membuat akun untuk produk kami).
  • informasi umum tentang preferensi produk dan layanan Anda,
  • informasi tentang perangkat Anda, jaringan, dan koneksi internet, seperti alamat IP Anda, alamat MAC, ID perangkat lain (UDID), jenis perangkat, jenis dan versi sistem operasi, dan versi klien,
  • informasi tentang penggunaan Anda atau interaksi lainnya dengan produk kami, dan
  • Informasi lain yang Anda unggah, sediakan, atau buat saat menggunakan layanan.

“Sebagian besar, kami mengumpulkan data pribadi langsung dari Anda, langsung dari perangkat Anda, atau langsung dari seseorang yang berkomunikasi dengan Anda menggunakan layanan Zoom, seperti host rapat, peserta, atau pemanggil,” tulis Zoom.

“Beberapa pengumpulan kami terjadi secara otomatis, yaitu dikumpulkan secara otomatis ketika Anda berinteraksi dengan produk kami...”

Namun, “Anda dapat menyesuaikan pengaturan tertentu untuk mengurangi jumlah data pribadi yang kami kumpulkan secara otomatis, seperti dengan mematikan cookies opsional di pengaturan browser Anda atau dengan menggunakan tautan Preferensi Cookie kami di bagian bawah halaman Zoom,” Zoom menambahkan.

Consumer Reports, organisasi nirlaba asal New York yang fokus pada pengujian penyimpangan dari sebuah produk, mengkritik kebijakan privasi pengembang Zoom.

“Jika Anda mulai menggunakan Zoom adalah relevan untuk meninjau masalah privasi,” tulis Consumer Reports, Selasa (24 Maret).

Sebab, sebagian besar pengguna Zoom mungkin tidak menyadari berapa banyak informasi yang dapat dikumpulkan oleh host—seseorang yang menjadi “tuan rumah” untuk memulai pertemuan.

Jadi, dalam sebuah pertemuan daring dengan Zoom, seorang host bisa merekam seluruh percakapan, berikut foto atau video atau data yang dipresentasikan. Seorang host biasanya yang membuat jadwal pertemuan atau membagikan tautan kepada orang lain untuk diajak bergabung dalam pertemuan daring itu.

Hal pertama yang harus dipahami, tulis Consumer Reports, informasi apa yang dikumpulkan dan apa yang bisa dilakukan dengan informasi tersebut. Tentu, pastikan seorang host itu menjamin data dan tidak dibagikan sembarangan.

Jika seorang host merekam sebuah konferensi, video tersebut dapat diedarkan di media sosial. Oleh karenanya, peserta bisa disarankan untuk mengklik tombol persetujuan sebelum perekaman dimulai. Zoom sudah memiliki fitur ini, tetapi tidak aktif secara default. Jika Anda mengadakan konferensi video, Anda perlu mengaktifkannya untuk keamanan privasi diri.

Mungkin ada ada pertanyaan begini: dapatkah video Zoom pengguna dipakai untuk menargetkan kampanye iklan atau mengembangkan algoritma pengenalan wajah? Tentu saja, kita tidak berharap ini terjadi, tapi siapa yang bisa menjamin hal ini di masa depan, sebab pengenalan wajah berbasis teknologi kecerdasan buatan (AI) telah kian canggih saat ini.

Direktur Kebijakan Privasi dan Teknologi Consumer Reports, Justin Brookman, mengatakan, seharusnya Zoom memperbarui syarat dan ketentuan aplikasinya untuk mejamin bahwa pengumpulan data selama pertemuan dari peserta atau host secara eksplisit dikecualikan dari penggunaan iklan atau pemasaran.

“Dan, mereka (Zoom) tidak boleh melihat dan menandai rekamana video untuk melatih AI untuk pengenalan wajah atau objek,” kata Justin.

Sebab, kata dia, bagi pengguna Zoom untuk telemedis atau layanan kesehatan mental, atau berbagi informasi apa pun yang tidak ingin diungkapkan kepada orang lain, sebuah rekaman yang dibuat dan bagaimana rekaman itu disimpan ialah informasi penting.

Sementara, Rowenna Fielding, aktivis juga kepala hak dan etika individu di Protecture—organisasi asal Inggris yang fokus pada isu perlindungan data—mengatakan, kebijakan privasi Zoom diibaratkan dengan “ember yang penuh bendera merah”.

“Meski kebijakan privasinya berhati-hati menyatakan, bahwa tidak ada data yang ‘dijual’, data itu masih digunakan untuk tujuan penargetan dan pemasaran. Ini dalam banyak kasus adalah berbahaya dan yang paling menjadi keberatan banyak orang, terutama jika iklan terprogram, seperti penawaran real-time," kara Rowenna kepada Forbes.

Dia mengatakan merujuk kebijakan privasi yang ada tersebut mungkin masih memenuhi standar privasi di Amerika Serikat. Tapi, ia memberikan nilai “C-“ untuk transparansi dan akuntabilitas sesuai dengan standar regulasi perlindungan data Uni Eropa (GDPR) yang lebih ketat.

Bisakah memakai Zoom tapi tetap aman?

Rowenna menyarankan agar pengguna memakai alamat email khusus untuk Zoom, menghapus cookies, dan memblokir pelacak setelah setiap kali panggilan rapat.

Sementara, Consumer Reports memberi saran [1] mematikan kamera dan mikrofon, kecuali benar-benar akan berbicara. Jika merasa perlu menyalakan kamera, Zoom memungkinkan Anda memilih foto sebagai latar belakang video Anda. [2] Pilihlah latar belakang video Anda dengan sesuatu yang netral, dinding putih, misalnya, agar tak menunjukkan informasi tentang rumah Anda.[]

#zoom   #videoconference   #WFH   #covid-19   #coronavirus   #viruscorona   #kebijakanprivasi   #datapribadi   #ruupdp   #gdpr   #perlindungandatapribadi

Share:




BACA JUGA
Pemerintah Dorong Industri Pusat Data Indonesia Go Global
Google Penuhi Gugatan Privasi Rp77,6 Triliun Atas Pelacakan Pengguna dalam Icognito Mode
Serahkan Anugerah KIP, Wapres Soroti Kebocoran Data dan Pemerataan Layanan
Bawaslu Minta KPU Segera Klarifikasi Kebocoran Data, Kominfo Ingatkan Wajib Lapor 3x24 Jam
BSSN Berikan Literasi Keamanan Siber Terhadap Ancaman Data Pribadi di Indonesia