IND | ENG
RUU PDP Perlu Melibatkan Lebih Banyak Stakeholder

Ilustrasi

RUU PDP Perlu Melibatkan Lebih Banyak Stakeholder
Faisal Hafis Diposting : Jumat, 24 Januari 2020 - 17:07 WIB

Jakarta, Cyberthreat.id - Executive Director Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, mengutarakan bahwa pada saat proses drafting atau penyusunan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) tidak melibatkan para pemangku kepentingan secara luas.

"Kekurangan dari proses drafting RUU PDP ini tidak melibatkan stakeholder atau pemangku kepentingan secara luas. Padahal, RUU PDP ini menyangkut kepentingan publik, begitu banyak yang akan diatur dan dilibatkan. Tapi, keterlibatan publik dalam pembuatan tidak diajak," kata Heru saat dihubungi Cyberthreat.id, Jumat (24 Januari 2020).

Sebelumnya, Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Semuel Abrijani Pangerapan, mengatakan bahwa RUU PDP saat ini hanya tinggal menunggu tanda tangan dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.

"Masih menunggu satu paraf dari Kemenko Polhukam," kata Samuel, di Jakarta, Rabu (22 Januari 2020).

Disisi lain, Heru menjelaskan bahwa perlindungan data pribadi itu penting mengingat data memiliki peranan yang krusial pada industri 4.0. Pemerintah, kata dia, wajib melindungi data pribadi masyarakatnya.

"Bagaimanapun, bicara data sebagai new oil (minyak baru) dan new currency (mata uang baru) itu akan semakin kuat, juga memang data ini perlu dilindungi. Tetapi, ada hak-hak yang menjadi hak dari dari masyarakat, itu juga harus dilindung."

Ia mencontohkan, sebagaimana penerapan Cookie yang tunduk terhadap General Data Protection Regulation (Regulasi Umum Perlindungan Data) yang diterapkan di negara-negara Uni Eropa. Salah satu aturan dari GDPR menyatakan bahwa pada setiap website, platform atau aplikasi harus memberitahukan penggunanya bahwa penyelenggara itu menggunakan Cookie.

Cookie merupakan file teks kecil yang ditempatkan situs web di perangkat pengguna saat berselancar di Internet. Cookie dapat menyimpan banyak data, cukup berpotensi untuk mengidentifikasi penggunanya.

Penerapan Cookie juga dapat digunakan pengiklan untuk melacak aktivitas pengguna saat online untuk melacaknya sehingga pengiklan dapat menargetkan pengguna dengan iklan yang sangat spesifik. Itu sebabnya, data yang disimpan oleh Cookie dikategorikan sebagai data pribadi dalam keadaan tertentu, dan karenanya Cookie tunduk pada GDPR.

"Misalnya, situs-situs lowongan kerja kan mengharuskan kita memasukkan CV dan segala macam. Nah, ini datanya untuk apa nanti. Jangan-jangan mereka menduplikasikan data kita, karena kita mainnya Big Data, Artificial Intelligence dan lainnya, kemudian profiling itu dijual, kan itu tidak boleh," ungkapnya.

Kemudian hal penting lainnya dalam penyusunan RUU PDP tidak boleh ada yang bolong (missed). Artinya, tidak boleh ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh para pemain di industri teknologi.

"Harus ada aturan yang mengatur data itu, misalnya berapa lama data itu boleh disimpan, kemudian kita punya hak atas data kita dan sanksinya itu seperti apa. Itu menjadi bagian-bagian yang perlu dibahas lagi dalam RUU PDP."

Redaktur: Arif Rahman

#Ictinstitute   #ruupdp   #herusutadi   #cookies   #GDPR   #newoil   #bigdata   #analytics   #ai   #IoT   #Cloud   #infrastrukturkritis   #sistemelektronik   #ekonomidigital   #transaksielektronik   #fraud

Share:




BACA JUGA
Luncurkan Markas Aceh, Wamen Nezar Dorong Lahirnya Start Up Digital Baru
Wujudkan Visi Indonesia Digital 2045, Pemerintah Dorong Riset Ekonomi Digital
Ekonomi Digital Ciptakan 3,7 Juta Pekerjaan Tambahan pada 2025
Indonesia Dorong Terapkan Tata Kelola AI yang Adil dan Inklusif
Microsoft Merilis PyRIT - Alat Red Teaming untuk AI Generatif