bssn.go.id
bssn.go.id
Cyberthreat.id - Inovasi dan pemanfaatan teknologi digital semakin berkembang dan dirasakan hampir di seluruh aspek kehidupan. Perubahan itu dapat dilihat secara statistik, di mana penetrasi pengguna internet lebih dari 78% dari 278,8 juta jiwa jumlah penduduk Indonesia di tahun 2023. Seluruhnya memanfaatkan internet untuk berbagai kegiatan, termasuk ekonomi digital.
“Nilai ekonomi digital Indonesia pada tahun 2021 tumbuh sekitar 49% dari tahun 2020, dengan nilai sebesar 1.005 triliun rupiah. Nilai ini diprediksi akan naik hingga 2.069 triliun pada tahun 2025, dan akan mencapai 4.737 triliun pada tahun 2030,” kata Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian saat memberikan keynote speech pada Temu Bisnis Nasional UMKM #6 di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Selasa (14/11/2023).
Menurutnya, diantara semua data itu terdapat 64,2 juta UMKM berkontribusi terhadap 60,5% Gross Domestic Product (GDP) Indonesia dengan menyerap 96,9% tenaga kerja nasional. Artinya, serangan siber terhadap UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) tidak dapat dihindarkan dan diabaikan.
“Maka dari itu, saya meminta kepada pelaku UMKM untuk selalu waspada terhadap kejahatan siber,” ujarnya.
Berdasarkan data dari Kapersky dan Accenture tahun 2023, lanjut Hinsa, terdapat lima jenis serangan yang umum menargetkan UMKM. Pertama Malware, perangkat lunak berbahaya yang bertujuan untuk mengubah, merusak, mengakses, menyandera, atau mengumpulkan informasi tanpa izin.
Kedua Phising, upaya menipu atau mengelabui untuk mendapatkan informasi sensitif atau merusak sistem dengan menyamar sebagai entitas tepercaya. Ketiga Insider Threat, ancaman yang berasal dari pihak ketiga yang memiliki akses ke sistem UMKM. Biasanya akibat adanya karyawan yang kecewa atau tidak puas.
Keempat Software Vulnerability Exploit, sebuah serangan yang biasanya muncul akibat tidak dilakukannya pembaruan software pada perangkat. Kelima merupakan gabungan antara Social Engineering dan serangan Malware yang harus diwaspadai, sebagaimana marak terjadi belakangan ini.
“Kita semua harus berhati-hati jika menerima pesan mengatasnamakan bank tertentu yang meminta mengeklik tautan, yang mengarahkan ke situs palsu yang menyerupai situs asli bank. Saat kita lengah dan memasukan data-data kredensial seperti username dan password, pelaku dapat menggunakan data tersebut untuk melakukan transaksi ilegal tanpa sepengetahuan kita,” jelas Hinsa.
Selain itu, sambungnya, serangan dengan modus undangan nikah atau kurir paket dalam bentuk file “.apk”, sehingga penipu dapat menyusupkan malware ke dalam file undangan yang dikirimkan. Ketika file tersebut dibuka, malware dapat menginfeksi perangkat pengguna dan mencuri informasi pribadi atau merusak sistem. Terakhir tentu saja aplikasi bajakan dan aplikasi modifikasi, yang mungkin menarik karena lebih murah atau gratis.
“Kita perlu berhati-hati karena aplikasi bajakan atau modifikasi seringkali disertai dengan risiko terinfeksi malware atau virus,” ungkapnya.
Hinsa menegaskan, risiko-risiko tersebut semakin besar mengingat masih banyak masyarakat yang belum sadar akan pentingnya menerapkan langkah-lengkah pengamanan informasi.
Merujuk Indeks Literasi Digital dari survei yang dilakukan oleh Kemenkominfo pada tahun 2022, lebih dari setengah responden tidak dapat membedakan email yang berisi virus atau malware sehingga sangat rentan terkena phising. Selain itu, lebih dari 40% responden juga terindikasi tidak menggunakan antivirus dan tidak melakukan backup data sehingga sangat rentan terhadap serangan ransomware.
“Ini menunjukan bahwa masih banyak yang harus kita lakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga keamanan siber melalui kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan di ruang siber,” tegas Hinsa.[]
Share: